BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar
Belakang
Berpikir
merupakan suatu proses yang berjalan secara berkesinambungan mencakup interaksi
dari suatu rangkaian pikiran dan persepsi. Pikiran atau memori menyimpan segala
sesuatu dan hanya mengingat apa yang diperlukan dan apa yang berarti dalam
kehidupan. Dengan kemampuan untuk mengingat detail, seseorang mampu untuk
menganalisis informasi yang didapat dan mengembangkan kreativitas serta lebih
berhasil pada pemecahan masalah dan pengambilan keputusan.
Pikiran kita
menyimpan segala sesuatu yang dilihat, didengar, dan dirasakan. Tantangannya
adalah mengingat kembali informasi tersebut. Untuk memaksimalkan memori, kita
harus membuat informasi tersebut bermakna yaitu memahami informasi tersebut
dengan mengetahui apa pentingnya suatu informasi dan memberinya makna sendiri
yaitu mengasosiasikan dengan hal – hal dari kehidupannya sendiri.
Berfikir adalah
aktivitas yang sifatnya mencari ide atau gagasan dengan menggunakan berbagai
ringkasan yang masuk akal. Dalam berpikir, orang meletakkan hubungan antara
bagian – bagian informasi yang ada pada dirinya sehingga mempunyai arti.
Berpikir
diartikan pula menimbang – nimbang dalam ingatan. Berpikir menggunakan akal
budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu. Berpikir dilakukan untuk
memahami realitas dalam rangka mengambil keputusan, memecahkan masalah dan
menghasilkan sesuatu yang baru. Dalam arti lain berpikir dapat menghasilkan
suatu kreativitas.
Tri Rusmi dalam
Perilaku Manusia ( 1996 ), mengatakan berfikir adalah suatu proses sensasi,
persepsi, dan memori / ingatan, berpikir menggunakan lambang ( visual atau
gambar ), serta adanya suatu penarikan kesimpulan yang disertai proses
pemecahan masalah.
Sebagai perawat
profesional, perawat harus selalu melihat dan r berpikikedepan. Perawat tidak
dapat membiarkan berpikir menjadi sesuatu yang rutin atau standar. Praktik
keperawatan harus selalu berubah, sehingga dapat dikatakan, dengan tersedianya
pengetahuan baru, perawat profesional harus selalu menantang cara-cara tradisional
dalam melakukan sesuatu dan mencari apa yang lebih efektif, yang mempunyai
bukti-bukti mendukung secara ilmiah, dan memberikan hasil yang lebih baik untuk
klien. Untuk berpikir secara kritis membuat perawat mampu belajar dan untuk
secara positif mempengaruhi praktik keperawatan. Kedewasaan seorang perawat
diukur dengan kemampuannya untuk menggunakan pengetahuan baru dan terlibat
dalam proses penemuan yang menguntungkan bagi klien juga bagi profesi.
I.2 Rumusan
Masalah
I.2.1 Apa pengertian berpikir kritis dalam
keperawatan?
I.2.2 Bagaiman
hubungan perawat dengan berpikir kritis?
I.3 Tujuan
I.3.1 Mendeskripsikan
tentang berpikir kritis
I.3.2 Mendeskripsikan tentang perawat yang
harus berpikir kritis
I.4 Manfaat
I.4.1 Makalah
ini bermanfaat bagi mahasiswa dalam mengembangkan ilmu pengetahuan yang
dimiliki, khususnya mengenai berpikir kritis.
I.4.2 Makalah
ini dapat dijadikan sumber wacana di perpustakaan, atau sebagai referensi dalam penulisan makalah selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
II.1 Pengertian
Berpikir Kritis
Menurut
Bandman dan Bandman (1988), berpikir kritis adalah pengujian secara rasional
terhadap ide- ide, kesimpulan, pendapat, prinsip, pemikiran, masalah,
kepercayaan dan tindakan. Menurut Strader (1992), berpikir kritis adalah suatu
proses pengujian yang menitikberatkan pendapat tentang kejadian atau fakta yang
mutakhir dan menginterpretasikannya serta mengevaluasi pendapat-pendapat
tersebut untuk mendapatkan suatu kesimpulan tentang adanya perspektif atau
adanya pandangan baru.
Berpikir
kritis juga sebagai suatu teknik berpikir yang melatih kemampuan dalam
mengevaluasi atau melakukan penilaian secara cermat tentang tepat tidaknya atau
layak tidaknya suatu gagasan. Berpikir kritis merupakan suatu proses berpikir
(kognitif) yang mencakup penilaian dan analisis secara rasional tentang semua
informasi, masukan, pendapat, dan ide yang ada, kemudian merumuskan kesimpulan
dan mengambil suatu keputusan. Berpikir kritis pada dasarnya dapat diartikan
pula sebagai:
· …. A unique kind of
purposeful in which the thinker
· Systematically and
habitually imposes criteria and intellectual standart upon the thingking
· Taking charge of the
constraction of thinking
· Guiding the
construction of the thinking according to the standards
Dari definisi
tersebut dikatakan bahwa untuk dapat menghasilkan suatu hasil pikir yang
kritis, seseorang harus melakukan suatu kegiatan (proses) berpikir yang
mempunyai tujuan (purposeful thinking), bukan “asal” berpikir yang tidak
diketahui apa yang ingin dicapai dari kegiatan tersebut. Artinya, walau dalam
kehidupan sehari-hari seseorang sering melakukan proses berpikir secara
otomatis ( misalnya dalam menjawab pertanyaan “ Nama kamu siapa?’’). Banyak
pula situasi yang memaksa seseorang untuk melakukan kegiatan berpikir yang
memang direncanakan ditinjau dari sudut “ apa” (what), “ bagaimana” (how), dan
“mengapa” (why). Hal ini dilakukan jika berhadapan dengan situasi (masalah)
yang sulit atau baru.
Isi
atau kualitas dari kegiatan berpikir harus mengandung unsur- unsur seperti di
bawah ini:
· Sistematik dan
senantiasa menggunakan kriteria yang tinggi dari sudut intelektual untuk hasil
berpikir yang ingin dicapai
· Individu bertanggung
jawab sepenuhnya atas proses kegiatan berpikir
· Selalu menggunakan
kriteria berdasarkan standart yang telah ditentukan dalam memantau proses
berpikir
· Melakukan evaluasi
terhadap efektifitas kegiatan berpikir yang ditinjau dari pencapaian tujuan
yang telah ditetapkan.
II.2 Model
Berpikir Kritis
Kataoka-Yahiro
dan Saylor (1994) telah mengembangkan sebuah model berpikir kritis sebagai
penilaian keperawatan yang relevan atau sesuai dengan masalah- masalah
keperawatan dalam kondisi yang bervariasi. Model ini dirancang untuk penilaian
keperawatan ditingkat pelayanan, pengelola, dan pendidikan. Ketika seorang
perawat berada di pelayanan model ini mengemukakan 5 komponen berpikir kritis
yang mengarahkan perawat untuk membuat rencana tindakan agar asuhan keperawatan
aman dan efektif.
II.2.1 Tingkat Berpikir Kritis
dalam Keperawatan
Model
berpikir kritis membantu memperhatikan kompleksitas dari proses pembuatan
keputusan dalam keperawatan. Sejalan dengan perawat mendapat pengetahuan baru
dan matur tentang professional kompeten, maka kemampuannya untuk berpikir
secara kritis juga berkembang. Model Kataoka-Yahiro & Saylor, (1994)
mengidentifikasi tiga tingkat berpikir kritis dalam keperawatan : tingkat
dasar, kompleks, dan komitmen. Tingkat ini cenderung sejajar dengan lima
tingkat kecakapan yang diuraikan oleh Benner (1984) : pendatang, pemula lanjut,
kompeten, cakap, dan ahli.
Pada
tingkat dasar pembelajar menganggap bahwa yang berwenang mempunyai jawaban yang
benar untuk setiap masalah. Berpikir cenderung untuk menjadi konkret dan
didasarkan pada serangkaian peraturan atau prinsip. Hal ini merupakan langkah
awal dalam perkembangan kemampuan mempertimbangkan Kataoka-Yahiro & Saylor, (1994). Individu
mempunyai keterbatasan pengalaman dalam menerapkan berpikir kritis. Di samping
kecenderungan untuk diatur oleh orang lain, individu belajar menerima perbedaan
pendapat dan nilai-nilai diantara pihak yang berwenang. Dalam kasus perawat
baru, berpikir kritis sambil melakukan prosedur keperawatan masih terbatas.
Pendekatan tahap demi tahap digunakan untuk memberikan perawatan dan mungkin
tidak dapat diadaptasi untuk kebutuhan klien yang unik atau yang tidak lazim.
Pada
tingkat berpikir kritis yang kompleks seseorang secara kontinu mengenali
keragaman dari pandangan dan persepsi individu. Apa yang berubah adalah
kemampuan dan inisiatif individu. Pengalaman membantu individu mencapai
kemampuan untuk terlepas dari kewenangan dan menganalisis serta meneliti
alternatif secara lebih mandiri dan sistematis. Dalam kaitannya dengan
keperawatan, praktisi mulai untuk mencari bagaimana tindakan keperawatan
mempunyai manfaat jangka panjang untuk klien. Perawat mulai mengantisipasi alternatif lebih baik dan
menggali lebih luas. Hanya kemauan untuk mempertimbangkan penyimpangan dari
protokol atau peraturan standar ketika terjadi situasi klien yang kompleks.
Sering terdapat lebih dari satu solusi untuk suatu masalah. Perawat belajar
keragaman dari pendekatan yang berbeda untuk terapi yang sama.
Tingkat
ketiga dari berpikir kritis adalah komitmen. Pada tingkat ini perawat memilih
tindakan atau keyakinan berdasarkan
alternatif yang diidentifikasi
pada tingkat berpikir yang kompleks. Perawat mampu untuk mengantisipasi
kebutuhan untuk membuat pilihan yang kritis setelah menganalisis keuntungan
dari alternatif lainnya. Maturitas perawat tercermin dalam kerutinan selalu
mencari pilihan yang terbaik, yang paling inovatif, dan paling sesuai untuk
perawatan klien.
II.2.2 Komponen Berpikir
Kritis
Komponen
berpikir kritis meliputi pengetahuan dasar yang spesifik, pengalaman, dan
kompetensi.
·
Pengetahuan
Dasar Spesifik
Komponen
pertama berpikir kritis adalah pengetahuan dasar perawat yang spesifik dalam
keperawatan. Pengetahuan dasar ini meliputi teori dan informasi dari ilmu- ilmu
pengetahuan, kemanusiaan, dan ilmu- ilmu keperawatan dasar. Pengetahuan ini
dapat diperoleh perawat melalui jenjang pendidikan yang diikuti. Mulai dari
program diploma, sarjana, sampai tingkat pendidikan master atau doctor.
Dengan
mencari ilmu, secara otomatis akan terbuka pengalaman dan pelajaran yang
ditawarkan. Pikiran yang terbuka menyerap dan mengolah pengetahuan kemudian
dengan penuh semangat mencari lebih banyak lagi wawasan baru. Semakin banyak
pengetahuan yang dimiliki, semakin banyak pilihan ketika menghadapi situasi
yang menantang. Semakin banyak pilihan ketika menghadapi situasi yang
menantang. Semakain banyak pilihan dengan mengumpulkan informasi akan mempunyai
kemampuan untuk membuat keputusan yang benar dan penuh keyakinan sehingga
menciptakan kekuatan pada diri sendiri.
·
Pengalaman
Komponen
kedua dari berpikir kritis adalah pengalaman. Pengalaman perawat dalam praktik
klinik akan mempercepat proses berpikir kritis karena ia akan berhubungan
dengan kliennya, melakukan wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, dan membuat
keputusan untuk melakukan perawatan terhadap masalah kesehatan klien.Pengalaman
di lahan praktik merupakan laboraturium nyata bagi penerapan ilmu keperawatan.
Perawat akan menerapakan teori yang sudah dipelajari dan tetap memperhatikan
kenyataan yang ada dengan mengadakan penyesuaian, mengakomodasi respon klien,
dan memperhatikan pengalaman yang terjadi.
Seseorang
dengan simpanan pengalaman pribadi yang banyak, kemampuan mengingat pengalaman,
dan menerapkannya dalam suatu lingkungan yang baru akan jauh lebih kreatif daripada
orang yang hanya memiliki sedikit pengalaman. Ambillah setiap peluang untuk
menciptakan pengalaman baru sehingga akan menciptakan hubungan memori yang baru
akan meningkatkan kemampuan untuk semua jenis fakta, kenyataan, kejadian atau
peristiwadan informasi baru.
·
Kompetensi
Komponen
ketiga dari berpikir kritis adalah kompetensi. Menurut Kemendiknas No
045/U/2002, kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung
jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat
dalam melaksanakan tugas- tugas dibidang pekerjaan tertentu.
Kompetensi
merupakan kemampuan individual yang dibutuhkan untuk mengerjakan suatu tugas
atau pekerjaan yang dilandasi pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja keras
sesuai untuk kerja yang dipersyaratkan.
Kompetensi
berpikir kritis adalah proses kognitif yang digunakan perawat untuk membuat
penilaian keperawatan. Ada tiga tipe komperensi yaitu yaitu berpikir kritis
umum, berpikir kritis spesifik dalam situasi klinis, dan berpikir kritis
spesifik dalam keperawatan. Berpikir kritis umum mencakup metode ilmiah,
pemecahan masalah, dan pembuatan keputusan. Kompetensi berpikir kritis spesifik
dalam situasi klinis, mencakup pertimbangan diagnostic, kesimpulan klinis, dan
pembuatan keputusan klinis. Berpikir kritis spesifik dalam keperawatan mencakup
pendekatan sistematis yang digunakan untuk secara kritis mengkaji dan menelaah
kondisi klien, mengidentifikasi respon klien terhadap masalah kesehatan,
melakukan tindakan yang sesuai, dan mengevaluasi apakah tindakan yang dilakukan
telah efektif. Format untuk proses keperawatan adalah unik untuk disiplin
keperawatan dan memberikan bahasa dan proses yang umum bagi perawat untuk “
memikirkan semua” masalah klien (Kataoka-Yahiro dan Saylor, 1994). Proses
keperawatan adalah suatu pendekatan sistematik, komprehensif untuk asuhan
keperawatan.
·
Sikap
untuk Berpikir Kritis
Komponen
keempat dari berpikir kritis adalah sikap untuk berpikir kritis. Paul (1993) telah meringkaskan sikap – sikap yang
merupakan aspek sentral dari pemikir kritis. Sikap ini adalah nilai yang harus
ditunjukkan keberhasilannya oleh pemikir kritis. Individu harus menunjukkan
keterampilan kognitif untuk berpikir secara kritis, tetapi juga penting untuk
memastikan bahwa keterampilan ini digunakan secara adil dan bertanggung jawab.
·
Contoh
sikap untuk berpikir kritis.
1.
Tanggung Gugat
Ketika individu
mendekati suatu situasi yang membutuhkan berpikir kritis, adalah tugas individu
tersebut untuk “ mudah menjawab” apapun keputusan yang dibuatnya. Sebagai
perawat profesional, perawat harus membuat keputusan dalam berespon terhadap
hak, kebutuhan, dan minat klien. Perawat harus menerima tanggung gugat untuk
apapun penilaian yang dibuatnya atas nama klien.
2.
Berpikir Mandiri
Sejalan dengan
seseorang menjadi dewasa dan mendapatkan pengetahuan baru, mereka belajar
mempertimbangkan ide dan konsep dengan rentang yang luas dan kemudian membuat
penilaian mereka sendiri. Hal ini tidak berarti mereka tidak menghargai ide
orang lain. Segala perspektif dan situasi tertentu harus dipertimbangkan.
Bagaimanapun, pemikir kritis tidak menerima ide orang lain tanpa mengajukan
pertanyaan. Untuk berpikir secara mandiri, seseorang menantang cara tradisional
dalam berpikir, dan mencari rasional serta jawaban logis untuk masalah yang
ada. Berpikir mandiri adalah inti dari riset keperawatan. Selama bertahun-
tahun perawat memasase area kulit klien yang terpajan terhadap tekanan, dengan
pemikiran bahwa sirkulasi pada area
tersebut akan membaik. Pemikir mandiri mengajukan pertanyaan berikut: apa
manfaat dari masase terhadap integritas jaringan dibawahnya? Sebagai hasil,
praktik keperawatan telah berubah, dan sekarang masase pada area yang mengalami
tekanan ini dihindari.
3.
Mengambil Resiko
Individu harus
rela ide – idenya ditelaah dan harus dapat menerima pemikiran baru. Keyakinan
yang kita miliki sering kali ditantang oleh alternatif yang lebih logis dan
rasional. Adalah mudah untuk membuat keputusan yang cepat dan impulsive. Perlu
dibutuhkan niat dan kemauan mengambil resiko untuk mengenali keyakinan apa yang
salah dan untuk kemudian melakukan tindakan didasarkan pada keyakinan yang
didukung oleh fakta dan bukti yang kuat. Kecuali seseorang mampu mengambil
resiko, maka orang tersebut mengalami kesulitan untuk menerima perubahan. Ada
banyak diskusi yang berlangsung sekarang ini mengenai penggunaan tenaga
pembantu tidak berlesensi untuk mengganti perawat terdaftar. Banyak perawat
menentang, menyanggah bahwa hanya perawat terdaftar yang dibekali untuk merawat
klien,. Namun demikian, data memperlihatkan bahwa persentase tinggi dari
pekerjaan rutin yang dilakukan di rumah sakit adalah berulangci pekerjaan rutin
yang dilakukan di rumah sakit adalah berulang dan dapat dengan aman
didelegasikan kepada anggota staf yang tidak berlisensi. Dengan demikian
keberanian untuk melihat cara – cara alternatif pemberian asuhan keperawatan
tanpa mengurangi kualitas, penting bagi perawat manajer menghadapi perubahan
cepat yang terjadi dalam pelayanan kesehatan.
4.
Kerendahan Hati
Penting untuk
mengetahui keterbatasan diri sendiri. Pemikir kritis menerima bahwa mereka
tidak mengetahui dan mencoba untuk mendapatkan pengetahuan yang diperlukan
untuk membuat keputusan yang tepat. Keselamatan dan kesejahteraan klien mungkin
beresiko jika perawat tidak mampu mengenali ketidakmampuannya untuk mengatasi
masalah praktik. Perawat harus memikirkan kembali situasi, mencari pengetahuan
tambahan, dan kemudian menggunakan informasi untuk membentuk konklusi. Kapan
saja perawat ditarik ke unit keperawatan yang berbeda di dalam rumah sakit
untuk bekerja, mungkin ada klien dimana dengan kondisi di mana perawat tidak
memnberikan perawatan. Perawat mungkin enggan mengakui bahwa dirinya belum
berpengalaman. Keinginan untuk berhadapan dengan perawat yang lebih berpengalaman
dan untuk mendapatkan informasi yang diperlukan untuj mengenali masalah klien
dengan tepat memampukan perawat menjadi dewasa secara professional.
5.
Integritas
Pemikir kritis
mempertanyakan dan menguji pengetahuan dan keyakinan pribadinya seteliti mereka
menguji pengetahuan dab keyakinan orang lain. Integritas pribadi membangun rasa
percaya diri sejawat dan bawahan. Orang yang mempunyai integritas dengan cepat
berkeinginan untuk mengakui dan mengevaluasi segala ketidakkonsistenan dalam
ide dan keyakinannya. Eksekutif keperawatan yang merupakan pemimpin kuat
belajar menerima ketika ide – ide mereka tidak lagi berfungsi untuk memberikan
arahan pada pelayanan keperawatan. Mereka memberikan informasi baru dan
mendorong bawahan untuk memberikan jalan keluar pada masalah manajemen yang
sulit.
6.
Ketekunan
Pemikir kritis
terus bertekat untuk menemukan solusi yang efektif untuk masalah perawatan
klien. Solusi yang cepat adalah hal yang tidak dapat diterima. Perawat belajar
sebanyak mungkin mengenai masalah, mencoba berbagai pendekatan untuk perawatan,
dan terus mencari sumber tambahan sampai pendekatan yang tepat ditemukan.
Sebagai contoh, perawat menggunakan berbagai terapi perawatan luka untuk klien
diabetic. Tipe klien yang khusus ini dapat memiliki luka yang rumit karena
proses penyembuhan luka yang normal mengalami gangguan. Untuk menemukan terapi
yang berhasil, perawat dapat berkonsul dengan perawat spesialis atau ahli gizi
atau bahkan merujuk ke artikel riset tentang perawatan luka.
7.
Kreativitas
Kreativitas mencakup
berpikir original. Hal ini berarti menemukan solusi di luar apa yang dilakukan
secara tradisional. Sering kali klien menghadapi masalah yang membutuhkan
pendekatan yang unik. Sebagai contoh, klien arthritis dapat mempunyai
keterbatasan serius pada gerakan pinggul dan lututnya. Salah satu pendekatan
kreatif untuk membantu klien tetap mobil adalah dengan menaikkan semua kursi di
rumah di atas balok kecil yang dipakukan pada kaki kursi, sehingga klien tidak
perlu membungkuk dengan sudut ekstrim ketika duduk.
·
Standar
untuk Berpikir Kritis
Komponen
kelima dari berpikir kritis mencakup standar intelektual dan professional. Paul
(1993) menemukan bahwa standar intelektual menjadi universal untuk berpikir
kritis. Standar professional untuk berpikir kritis mengacu pada kriteria etik
untuk penilaian keperawatan dan kriteria untuk tanggung gugat professional.
Standar ini mengekspresikan tujuan dan nilai profesi keperawatan. Penerapan
standar ini mengharuskan perawat menggunakan berpikir kritis untuk kebaikan individu
atau kelompok (Kataoka-Yahiro dan Saylor, 1994).
BAB III
PEMBAHASAN
III.1 Pengertian
Berpikir Kritis
Berpikir
adalah menggunakan pikiran dan mencakup membuat pendapat, membuat keputusan,
menarik kesimpulan, dan merefleksikan ( Gordon, 1995). Berpikir merupakan suatu
proses yang aktif dan terorganisasi (Chafee, 1994). Ketika perawat mengarahkan
berpikir ke arah pemahaman dan menemukan jalan keluar dari masalah kesehatan
klien, prosesnya menjadi bertujuan dan berorientasi pada tujuan. Dalam
kaitannya dengan keperawatan, berpikir kritis adalah reflektif, pemikiran yang
masuk akal tentang masalah keperawatan tanpa ada solusi dan difokuskan pada
keputusan apa yang harus diyakini dan dilakukan (Kataoka-Yahiro dan Saylor,
1994). Belajar untuk berfikir secara kreatif dan mendalam memampukan perawat untuk
merawat klien sebagai advokat mereka dan untuk menjadi lebih cerdik dalam
membuat pilihan tentang perawat mereka. Berpikir secara kritis menantang
individu untuk menelaah asumsi tentang informasi terbaru dan untuk
menginterprestasikan serta mengevaluasi uraian dengan tujuan mencapai simpulan
suatu perspektif baru (Strader, 1992). Untuk berpikir secara kritis melibatkan
suatu rangkaian terintegrasi tentang kemampuan dan sikap berpikir. Individu
harus mampu menerima invormasi, menggunakan ingatan (memori) saat ini dan masa
lalu, menerapkan alasan dan logika meninjau data dengan cara yang teratur, dan
membuat keputusan secara gamblang dan secara kreatif. Ketika perawat membuat
keputusan mengenai kesehatan orang lain, bias, prasangka, dan penerapan
pemikiran yang bersifat “tradisional” adalah tidak tepat. Berpikir kritis
membebaskan individu untuk berpikir terhadap dirinya sendiri dan untuk membuat
tindakan setelah masalah atau situasi dipahami dengan jelas.
III.2 Perawat
dan Berpikir Kritis
Peran
perawat adalah untuk membantu individu, sakit atau sehat, dalam kinerja
aktifitas yang menunjang pada kesehatan dan pemulihannya atau pada kematian
yang tenang (International Council of Nurses, 1973). Definisi ini mencakup
kompleksitas dari keperawatan. Ketika diberi tanggung jawab untuk membantu
individu dalam mencapai kembali atau meningkatkan kesehatannya, perawat harus
mampu berpikir secara kritis dalam upaya memecahkan masalah dan menemukan jalan
keluar yang terbaik untuk kebutuhan klien. Berpikir kritus adalah suatu proses
yang menantang seorang individu untuk menginterprestasi dan mengevaluasi
informasi untuk membuat penilaian. Sepanjang waktu, keahlian perawat berkembang
sejalan dengan dengan perawat merawat banyak klien, menguji dan memperbaiki pendekatan
keperawatan, belajar dari keberhasilan dan kegagalan dan selalu menerapkan
pengetahuan baru yang sesuai dengan kebutuhan klien. Kemampuan untuk berpikir
secara kritis, menerapkan pengetahuan dan pengalaman, pemecahan masalah, dan
membuat keputusan adalah inti dari praktik keperawatan.
III.2.1
Tinjauan Proses Keperawatan
Proses keperawatan adalah
satu pendekatan untuk pemecahan masalah yang memampukan perawat untuk mengatur
dan memberikan asuhan keperawatan. Proses keperawatan mengandung elemen
berpikir kritis yang memungkinkan perawat membuat penilaian dan melakukan
tindakan berdasarkan nalar. Proses adalah serangkaian tahapan atau komponen
yang mengarah pada pencapaian tujuan. Tiga karakteristik dari proses adalah
tujuan, organisasi, dan kreatifitas (Bevis, 1978). Tujuan adalah maksud
spesifik atau tujuan dari proses. Proses keperawatan digunakan untuk mendiagnosa
dan mengatasi respons manusia terhadap sehat dan sakit (American Nurses
Association, 1980). Organisasi adalah satu rangkaian tahap atau komponen yang
diperlukan untuk mencapai tujuan. Proses keperawatan mencakup lima tahap :
pengkajian, diagnose keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.
Kreativitas adalah perkembangan bersinambungan dari proses itu sendiri. Proses
keperawatan adalah dinamik dan berkelanjutan. Proses keperawatan memberikan
cetak biru untuk berpikir kritis sehingga perawat dapat mengindividualisasikan
asuhan dan berespons terhadap kebutuhan klien dengan tepat waktu dan cara yang
masuk akal untuk memperbaiki atau mempertahankan tingkat kesehatan klien.
Proses
keperawatan adalah kerangka kerja dan struktur organisasi yang kreatif untuk
memberikan asuhan keperawatan, namun proses keperawatan juga cukup fleksibel
untuk digunakan di semua lingkup keperawatan. Tujuan dari proses keperawatan
adalah untuk mengidentifikasi kebutuhan perawatan kesehatan klien, menemukan
prioritas, menetapkan tujuan dan hasil asuhan yang diperkirakan, menetapkan dan
mengomunikasikan rencana asuhan yang berpusat pada klien, memberikan intervensi
keperawatan yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan klien, dan mengevaluasi
keefektifan asuhan keperawatan dalam mencapai hasil dan tujuan klien yang
diharapkan. Bandman dan Bandman (1995) menguraikan seluruh proses perawatan
sebagai suatu rangkai hubungan cara-hasil
(means-ends). Cara adalah keakuratan perawat dalam mengkaji, mendiagnosis,
menangani klien, dan hasil adalah
peningkatan fungsi dan kesejahteraan klien.
Tabel Ringkasan Proses
Keperawatan
Komponen
|
Tujuan
|
Tahap
|
Pengkajian
|
Untuk mengumpulkan,
memperjelas, dan mengomunikasikan data tentang klien sehingga terbentuk dasar
data
|
- Mengumpulkan riwayat
kesehatan keperawatan
- melakukan
pemeriksaan fisik
- mengumpulkan data
laboraturium
- memvalidasi data
- mengelompokkan data
- mencatatkan data
|
Diagnosa keperawatan
|
Untuk
mengidentifikasi kebutuhan perawatan kesehatan, untuk merumuskan diagnose
keperawatan
|
- menganalisis dan
menginterpretasi data
- mengidentifikasi
masalah klien
- merumuskan diagnosa
keperawatan
- mendokumentasikan
diagnosa keperawatan
|
Perencanaan
|
Untuk
mengidentifikasi tujuan klien, untuk menentukan priotitas asuhan, untuk
menentukan hasil yang diperkirakan, untuk merancang strategi keperawatan,
untuk mencapai tujuan keperawatan
|
- mengidentifikasi
tujuan klien
- menetapkan hasil
yang diperkirakan
- memilih tindakan
keperawatan
- mendelegasikan
tindakan
- menuliskan rencana
asuhan keperawatan
- mengonsulkan
|
Implementasi
|
Untuk melengkapi
tindakan keperawatan yang diperlukan, untuk menyelesaikan rencana asuhan
|
- mengkaji kembali
klien
- menelaah dan
memodifikasi rencana perawatan yang sudah ada
- melakukan tindakan
keperawatan
|
Evaluasi
|
Untuk menentukan
seberapa jauh tujuan asuhan telah dicapai
|
- membandingkan
respon klien dengan criteria
- menganalisaalasan
untuk hasil dan konklusi
- memodifikasi
rencana asuhan
|
III.2.2 Penerapan dalam praktik
Pertimbangan
adalah salah satu cara orang berfikir. Seseorang mencerminkan dan pada sampai
pada suatu keputusanserta memecahkan masalah (Bandman dan Bandman,1995).
Sebagai contoh, ketika perawat. Nn. Sims, mengamati Tn. Sierra sedang duduk di
ruang pemeriksaan klinik, berbagai pikiran melintas dalam benaknya. Perilaku
klien apa yang dikenali? Apa makna dari perilaku tersebut? Apakah ada perawat
yang mengenali perilaku sebelumnya? Bagaimana perawat bereaksi terhadap klien?
Apakah ada faktor tertentu di klinik yang mempengaruhi klien? Perawat mulai
melakukan pertimbangan untuk berhasil dalam menentukan minat dan kebutuhan
perawatan kesehatan klien. Sebagai contoh, pertimbangan membantu perawat
memutuskan apa yang harus dikatakan pada Tn. Sierra setelah klien bertanya, “
apakah saya harus di rumah sakit?” respons seseorang mungkin, “ hanya dokter
anda yang tahu.” Jawaban ramah yang mungkain, “jangan khawatir, anda pasti akan
menjadi lebih baik.” Respons lainnya mungkin, “ ceritakan pada saya apa yang
membuat anda berpikir bahwa Anda harus dirawat di rumah sakit.” Pendekatan yang
terakhir tidak menyangkal dan tidak menghindari kekhawatiran klien. Sebaliknya
perawat memfasilitasi pertimbangan klien sendiri sehingga klien dapat
menyebutkan fakta atau kesimpulan tentang kondisinya sendiri. Bergantung pada
klien katakana, perawat mungkin akan mengajukan pertanyaan lebih lanjut,
memilih untuk memeriksa klien, ataau barangkali keluar dari ruang pemeriksaan
untuk menelaah catatan kredit klien.
Metode
ilmiah adalah salah satu cara pendekatan terhadap pertimbangan yang beralih
dari fakta- fakta pengalaman yang dapat diamatihingga penjelasan masuk akal
dari fakta-fakta tersebut (Bandman dan Bandman,1995) metode ini adalah
pendekatan yang memungkinkan untuk identifikasi dan resolusi dari masalah.
Klien di klinik mungkin mengatakan pada perawat bahwa nyeri punggung bawah
terjadi setelah ia jatuh dari tangga. Dengan pengamatan yang lebih dekat
perawat menemukan postur klien yang membungkuk. Meringis, dan gerakan yang lambat
dari kursi ke meja pemeriksaan. Perilaku klien menunjukkan adanya nyeri, tetapi
perawat akan bertanya, “ Apakah anda merasakan nyeri?” Jika ya tolong katakana
pada Saya dimana tepatnya Anda merasakan nyeri tersebut. Apakah nyeri tersebut
memburuk ketika Anda menciba untuk duduk?” Perawat mungkin meminta pada klien
dengan perlahan membungkuk ke depan atau ke samping. Instuisi tentang masalah
klien tidak dapat dipercaya seperti halnya pengamatan aktual atau yang dapat
diukur. Perawat terus menggunakan pendekatan pemecahan masalah untuk
mempelajari lebih dalam mengenai klien, untuk menentukan sifat masalah, dan
pada akhirnya untuk memberikan pendekatan terhadap peredaan ketidaknyamanan
yang dialami klien.
Proses
keperawatan mencakup pertimbangan ilmiah. Perawat membuat kesimpulan tentang
makna dari respons klien terhadap masalah kesehatan atau menyamaratakan status
fungsi kesehatan klien. Suatu pola akan mulai terbentuk: sebagai contoh, klien
mempunyai nyeri akut dan mobilitasnya terbatas. Perawat terus mengumpulkan
informasi sampai klasifikasi yang akurat tentang masalah klien ditetapkan,
seperti diagnose keperawatan berikut: kerusakan mobilitas fisik yang
berhubungan dengan nyeri punggung akut. Definisi yang jelas tentang masalah
klien kemudian memberikan dasar untuk intervensi keperawatan dan evaluasi dari
hasil. Intervensi keperawatan dirancang untuk menghilangkan nyeri sehingga
dengan demikian memperbaiki mobilitas klien.
Proses
keperawatan hanya satu variasi dari satu pertmbangan ilmiah yang memungkinkan
perawat mengatur, membuat sistem, dan membuat konseppraktik keperawatan
(Bandman dan Bandman,1995). Proses keperawatan merupakan pendekatan umum
terhadap sistem individual, keluarga, kelompok, atau komunikasi klien. Proses
keperawatan merupakan pendekatan yang memungkinkan perawat membedakan praktik
mereka dari praktik dokter dan professional perawatan kesehatan lainnya. Ketika
perawat berpikir secara kritis, klien menjadi partisipan aktif dan hasil
akhirnya dalah komprehensif, yaitu pendekatan individual terhadap perawatan.
Untuk
berhasil dalam menggunakan proses keperawatan, perawat harus bekerja di dalam
satu set asumsi atau konsep sebagai kerangka acuan (Bandman dan Bandman,1995).
Agar berguna, pengumpulan data harus dibuat dalam kaitanntya dalam tujuan
keperawatan yang akan dicapai, sebagai contoh, peredaan nyeri atau pembelajaran
klien. Konsepini (penatalaksanaan nyeri atau pembelajaran orang dewasa) adalah
dasar untuk penilaian keperawatan, implementasi, dan evaluasi. Kerangka kerja
konseptual seperti penatalaksanaan nyeri atau model teoretis seperti teori
kurang perawatan diri dari Oremmemberi perawat dasar untuk menentukan informasi
yang akan dikumpulkan, bidang diagnostic yang dipertimbangkan,dan tujuan
keperawatan serta terapi.
III.2.3 Lima langkah proses
keperawatan
Kerangka
kerja proses keperawatan mencakup langkah berikut: pengkajian, diagnose keperawatan,
perencanaan, ( termasuk identifikasi hasil yang diperkirakan), implementasi,
dan evaluasi. Setiap langkah proses keperawatan penting untuk pemecahan masalah
yang akurat dan dengan erat saling berhubungan satu sama lain. Gordon, ( 1995 )
menguraikan dua langkah pertama dari pengkajian dan diagnosa sebagai komponen
identifikasi masalah dan tiga langkah lainnya sebagai komponen pemecahan
masalah. Selama pengkajian perawat mengumpulkan data tentang klien dari
berbagai sumber. Sifat dan besarnya data selalu berubah, sehingga mengharuskan
perawat untuk mengambil data dan membentuk pola yang bermakna. Pemecahan
masalah klinis perawat kadang linier, kadang bercabang ketika data dari maslah
baru teriden-tifikasi, dan dilain waktu bersiklus ketika perawat harus mengkaji
dan memvalidasi informasi (Yura dan Walsh,1988). Keakuratan penting sehingga
perawat membuat konklusi yang sesuai yang akan mengarahkan rencana perawatan.
Langkah
diagnosa keperawatan mencakup mengumpulkan data pengkajian dan merumuskan
pernyataan diagnosa yang mengidentifikasi masalah klien yang berhubungan dengan
kesehatan. Keakuratan pernyataan ini bergantung pada kelengkapan pengumpulan,
penapisan, pengelompokkan, dan validasi data. Diagnosa keperawatan memberi
perawat fokus yang brsifat individual, dan berpusat pada klien.
Selama
tahap perencanaan dari proses, suatu rencana perawatan dirumuskan. Perencanaan
diindividualisasikan berdasarkan dasar data pengkajian dan diagnosa keperawatan
klien. Komponen perencanaan adalah identifikasi hasil. Penting bagi perawat
untuk mengidentifikasi hasil yang diharapkan (respons atau perilaku)yang akan
dicapai klien jika rencana perawatan berhasil. Hasil dinyatakan dalam istilah
perilaku seperti “klien akan dengan tepat menyiapkan medikasi yang diresepkan”.
Intervensi keperawatan yang dipilih untuk rencana perawatan, seperti peragaan
dengan pengawasan untuk persiapan medikasi, berfokus pada hasil yang diharapkan.
Rencana asuhan keperawatan mengandung hasil dan tujuan klien yang diharapkan,
intervensi keperawatan yang sesuai, dan kriteria untuk evaluasi.
Implementasi
adalah langkah tindakan dari proses keperawatan. Perawat menggunakan beragam
pendekatan untuk memecahkan masalah kesehatan klien, intervensi berorientasi
pada masalah dan diindividualisasikan sesuai dengan rencana perawatan klien.
Intervensi secara continue dimodifikasi didasarkan pada evaluasi berkelanjutan
dari respons klien dan analisis diagnostik perawat. Keberhasilan dari langkah
ini ditelaah selama evaluasi.
Langkah
kelima dari proses keperawatan adalah evaluasi. Perawat menentukan kemajuan
klien ke arah pencapaian hasil yang diharapkan dan tujuan serta keberhasilan
intervensi keperawatan. Jika intervensi berhasil, diagnosa keperawatan klien
teratasi. Jika masalah kesehatan klien menetap, proses evaluasi memandu
perawatuntuk merevisi,menyingkirkan, atau menambah terapi. Evaluasi adalah
penyelesaian siklus aktivitas dimana hasilnya memberikan efek berkelanjutan
pada tahap lainnya dari proses, evaluasi adalah tahap dari pemecahan masalah
klinik yang membantu memelihara hasil klien yang diinginkan dengan memeriksa
dan menyesuaikan tahap-tahap lainnya dari proses ke[erawatan. Tahap in i
memberikan peluang revisi rencana asuhan keperawatan seperti yang diperlukan
untuk memecahkan masalah kesehatan.
Keseluruhan
proses adalah sekuensial dan interrelasi. Setiap tahap bergantung pada tahap
sebelumnya. Urutansnya adalah logis karena informasi klien dikumpulkan sebelum
kebutuhan perawatan kesehatan ditetapkan. Rencana didasarkan pada kebutuhan
klien, dan asuhan keperawatan diberikan dengan sesuai rencana tersebut. Asuhan
keperawatan dievaluasi dalam kaitannya dengan pencapaian hasil yang diharapkan.
BAB IV
PENUTUP
IV.1 Simpulan
Berpikir
adalah menggunakan pikiran dan mencakup membuat pendapat, membuat keputusan,
menarik kesimpulan, dan merefleksikan ( Gordon, 1995). Berpikir merupakan suatu
proses yang aktif dan terorganisasi (Chafee, 1994). Ketika perawat mengarahkan
berpikir ke arah pemahaman dan menemukan jalan keluar dari masalah kesehatan
klien, prosesnya menjadi bertujuan dan berorientasi pada tujuan. Dalam
kaitannya dengan keperawatan, berpikir kritis adalah reflektif, pemikiran yang
masuk akal tentang masalah keperawatan tanpa ada solusi dan difokuskan pada
keputusan apa yang harus diyakini dan dilakukan (Kataoka-Yahiro dan Saylor,
1994)
Peran
perawat adalah untuk membantu individu, sakit atau sehat, dalam kinerja
aktifitas yang menunjang pada kesehatan dan pemulihannya atau pada kematian
yang tenang (International Council of Nurses, 1973). Definisi ini mencakup
kompleksitas dari keperawatan. Ketika diberi tanggung jawab untuk membantu
individu dalam mencapai kembali atau meningkatkan kesehatannya, perawat harus
mampu berpikir secara kritis dalam upaya memecahkan masalah dan menemukan jalan
keluar yang terbaik untuk kebutuhan klien
IV.2 Saran
Berpikir
kritis sangat diperlukan oleh seorang perawat dalam upaya memecahkan masalah dan menemukan jalan keluar
yang terbaik untuk kebutuhan klien. Untuk itu, mari kita biasakan untuk
berpikir kritis mulai sekarang
DAFTAR
PUSTAKA
www.google.com
diakses tanggal 11 oktober 2011
Maryam,siti.(2006).Berpikir Kritis dalam Keperawatan.Buku
Ajar Kedokteran EGC,Jakarta.
Potter, perry.(2006).Fundamental Keperawatan.Buku Ajar Kedokteran EGC, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar