Minggu, 03 Juni 2012

Berpikir Kritis (IKD I,SMT I)


BAB  I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
     Berpikir merupakan suatu proses yang berjalan secara berkesinambungan mencakup interaksi dari suatu rangkaian pikiran dan persepsi. Pikiran atau memori menyimpan segala sesuatu dan hanya mengingat apa yang diperlukan dan apa yang berarti dalam kehidupan. Dengan kemampuan untuk mengingat detail, seseorang mampu untuk menganalisis informasi yang didapat dan mengembangkan kreativitas serta lebih berhasil pada pemecahan masalah dan pengambilan keputusan.
         Pikiran kita menyimpan segala sesuatu yang dilihat, didengar, dan dirasakan. Tantangannya adalah mengingat kembali informasi tersebut. Untuk memaksimalkan memori, kita harus membuat informasi tersebut bermakna yaitu memahami informasi tersebut dengan mengetahui apa pentingnya suatu informasi dan memberinya makna sendiri yaitu mengasosiasikan dengan hal – hal dari kehidupannya sendiri.
          Berfikir adalah aktivitas yang sifatnya mencari ide atau gagasan dengan menggunakan berbagai ringkasan yang masuk akal. Dalam berpikir, orang meletakkan hubungan antara bagian – bagian informasi yang ada pada dirinya sehingga mempunyai arti.
          Berpikir diartikan pula menimbang – nimbang dalam ingatan. Berpikir menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu. Berpikir dilakukan untuk memahami realitas dalam rangka mengambil keputusan, memecahkan masalah dan menghasilkan sesuatu yang baru. Dalam arti lain berpikir dapat menghasilkan suatu kreativitas.
          Tri Rusmi dalam Perilaku Manusia ( 1996 ), mengatakan berfikir adalah suatu proses sensasi, persepsi, dan memori / ingatan, berpikir menggunakan lambang ( visual atau gambar ), serta adanya suatu penarikan kesimpulan yang disertai proses pemecahan masalah.
          Sebagai perawat profesional, perawat harus selalu melihat dan r berpikikedepan. Perawat tidak dapat membiarkan berpikir menjadi sesuatu yang rutin atau standar. Praktik keperawatan harus selalu berubah, sehingga dapat dikatakan, dengan tersedianya pengetahuan baru, perawat profesional harus selalu menantang cara-cara tradisional dalam melakukan sesuatu dan mencari apa yang lebih efektif, yang mempunyai bukti-bukti mendukung secara ilmiah, dan memberikan hasil yang lebih baik untuk klien. Untuk berpikir secara kritis membuat perawat mampu belajar dan untuk secara positif mempengaruhi praktik keperawatan. Kedewasaan seorang perawat diukur dengan kemampuannya untuk menggunakan pengetahuan baru dan terlibat dalam proses penemuan yang menguntungkan bagi klien juga bagi profesi.

I.2 Rumusan Masalah
      I.2.1 Apa pengertian berpikir kritis dalam keperawatan?
      I.2.2 Bagaiman hubungan perawat dengan berpikir kritis?

I.3 Tujuan
      I.3.1 Mendeskripsikan tentang berpikir kritis
      I.3.2 Mendeskripsikan tentang perawat yang harus berpikir kritis

I.4 Manfaat
I.4.1 Makalah ini bermanfaat bagi mahasiswa dalam mengembangkan ilmu pengetahuan yang dimiliki, khususnya mengenai berpikir kritis.
I.4.2 Makalah ini dapat dijadikan sumber wacana di perpustakaan, atau sebagai referensi   dalam penulisan makalah selanjutnya.


BAB  II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Pengertian Berpikir Kritis
          Menurut Bandman dan Bandman (1988), berpikir kritis adalah pengujian secara rasional terhadap ide- ide, kesimpulan, pendapat, prinsip, pemikiran, masalah, kepercayaan dan tindakan. Menurut Strader (1992), berpikir kritis adalah suatu proses pengujian yang menitikberatkan pendapat tentang kejadian atau fakta yang mutakhir dan menginterpretasikannya serta mengevaluasi pendapat-pendapat tersebut untuk mendapatkan suatu kesimpulan tentang adanya perspektif atau adanya pandangan baru.
          Berpikir kritis juga sebagai suatu teknik berpikir yang melatih kemampuan dalam mengevaluasi atau melakukan penilaian secara cermat tentang tepat tidaknya atau layak tidaknya suatu gagasan. Berpikir kritis merupakan suatu proses berpikir (kognitif) yang mencakup penilaian dan analisis secara rasional tentang semua informasi, masukan, pendapat, dan ide yang ada, kemudian merumuskan kesimpulan dan mengambil suatu keputusan. Berpikir kritis pada dasarnya dapat diartikan pula sebagai:
·        …. A unique kind of purposeful in which the thinker
·       Systematically and habitually imposes criteria and intellectual standart upon the thingking
·       Taking charge of the constraction of thinking
·       Guiding the construction of the thinking according to the standards
          Dari definisi tersebut dikatakan bahwa untuk dapat menghasilkan suatu hasil pikir yang kritis, seseorang harus melakukan suatu kegiatan (proses) berpikir yang mempunyai tujuan (purposeful thinking), bukan “asal” berpikir yang tidak diketahui apa yang ingin dicapai dari kegiatan tersebut. Artinya, walau dalam kehidupan sehari-hari seseorang sering melakukan proses berpikir secara otomatis ( misalnya dalam menjawab pertanyaan “ Nama kamu siapa?’’). Banyak pula situasi yang memaksa seseorang untuk melakukan kegiatan berpikir yang memang direncanakan ditinjau dari sudut “ apa” (what), “ bagaimana” (how), dan “mengapa” (why). Hal ini dilakukan jika berhadapan dengan situasi (masalah) yang sulit atau baru.
Isi atau kualitas dari kegiatan berpikir harus mengandung unsur- unsur seperti di bawah ini:
·      Sistematik dan senantiasa menggunakan kriteria yang tinggi dari sudut intelektual untuk hasil berpikir yang ingin dicapai
·        Individu bertanggung jawab sepenuhnya atas proses kegiatan berpikir
·       Selalu menggunakan kriteria berdasarkan standart yang telah ditentukan dalam memantau proses berpikir
·     Melakukan evaluasi terhadap efektifitas kegiatan berpikir yang ditinjau dari pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

II.2 Model Berpikir Kritis
          Kataoka-Yahiro dan Saylor (1994) telah mengembangkan sebuah model berpikir kritis sebagai penilaian keperawatan yang relevan atau sesuai dengan masalah- masalah keperawatan dalam kondisi yang bervariasi. Model ini dirancang untuk penilaian keperawatan ditingkat pelayanan, pengelola, dan pendidikan. Ketika seorang perawat berada di pelayanan model ini mengemukakan 5 komponen berpikir kritis yang mengarahkan perawat untuk membuat rencana tindakan agar asuhan keperawatan aman dan efektif.
II.2.1 Tingkat Berpikir Kritis dalam Keperawatan
        Model berpikir kritis membantu memperhatikan kompleksitas dari proses pembuatan keputusan dalam keperawatan. Sejalan dengan perawat mendapat pengetahuan baru dan matur tentang professional kompeten, maka kemampuannya untuk berpikir secara kritis juga berkembang. Model Kataoka-Yahiro & Saylor, (1994) mengidentifikasi tiga tingkat berpikir kritis dalam keperawatan : tingkat dasar, kompleks, dan komitmen. Tingkat ini cenderung sejajar dengan lima tingkat kecakapan yang diuraikan oleh Benner (1984) : pendatang, pemula lanjut, kompeten, cakap, dan ahli.
        Pada tingkat dasar pembelajar menganggap bahwa yang berwenang mempunyai jawaban yang benar untuk setiap masalah. Berpikir cenderung untuk menjadi konkret dan didasarkan pada serangkaian peraturan atau prinsip. Hal ini merupakan langkah awal dalam perkembangan kemampuan mempertimbangkan  Kataoka-Yahiro & Saylor, (1994). Individu mempunyai keterbatasan pengalaman dalam menerapkan berpikir kritis. Di samping kecenderungan untuk diatur oleh orang lain, individu belajar menerima perbedaan pendapat dan nilai-nilai diantara pihak yang berwenang. Dalam kasus perawat baru, berpikir kritis sambil melakukan prosedur keperawatan masih terbatas. Pendekatan tahap demi tahap digunakan untuk memberikan perawatan dan mungkin tidak dapat diadaptasi untuk kebutuhan klien yang unik atau yang tidak lazim.
        Pada tingkat berpikir kritis yang kompleks seseorang secara kontinu mengenali keragaman dari pandangan dan persepsi individu. Apa yang berubah adalah kemampuan dan inisiatif individu. Pengalaman membantu individu mencapai kemampuan untuk terlepas dari kewenangan dan menganalisis serta meneliti alternatif secara lebih mandiri dan sistematis. Dalam kaitannya dengan keperawatan, praktisi mulai untuk mencari bagaimana tindakan keperawatan mempunyai manfaat jangka panjang untuk klien. Perawat mulai  mengantisipasi alternatif lebih baik dan menggali lebih luas. Hanya kemauan untuk mempertimbangkan penyimpangan dari protokol atau peraturan standar ketika terjadi situasi klien yang kompleks. Sering terdapat lebih dari satu solusi untuk suatu masalah. Perawat belajar keragaman dari pendekatan yang berbeda untuk terapi yang sama.
        Tingkat ketiga dari berpikir kritis adalah komitmen. Pada tingkat ini perawat memilih tindakan atau keyakinan berdasarkan  alternatif  yang diidentifikasi pada tingkat berpikir yang kompleks. Perawat mampu untuk mengantisipasi kebutuhan untuk membuat pilihan yang kritis setelah menganalisis keuntungan dari alternatif lainnya. Maturitas perawat tercermin dalam kerutinan selalu mencari pilihan yang terbaik, yang paling inovatif, dan paling sesuai untuk perawatan klien.
II.2.2 Komponen Berpikir Kritis
        Komponen berpikir kritis meliputi pengetahuan dasar yang spesifik, pengalaman, dan kompetensi.
·         Pengetahuan Dasar Spesifik
        Komponen pertama berpikir kritis adalah pengetahuan dasar perawat yang spesifik dalam keperawatan. Pengetahuan dasar ini meliputi teori dan informasi dari ilmu- ilmu pengetahuan, kemanusiaan, dan ilmu- ilmu keperawatan dasar. Pengetahuan ini dapat diperoleh perawat melalui jenjang pendidikan yang diikuti. Mulai dari program diploma, sarjana, sampai tingkat pendidikan master  atau doctor.
        Dengan mencari ilmu, secara otomatis akan terbuka pengalaman dan pelajaran yang ditawarkan. Pikiran yang terbuka menyerap dan mengolah pengetahuan kemudian dengan penuh semangat mencari lebih banyak lagi wawasan baru. Semakin banyak pengetahuan yang dimiliki, semakin banyak pilihan ketika menghadapi situasi yang menantang. Semakin banyak pilihan ketika menghadapi situasi yang menantang. Semakain banyak pilihan dengan mengumpulkan informasi akan mempunyai kemampuan untuk membuat keputusan yang benar dan penuh keyakinan sehingga menciptakan kekuatan pada diri sendiri.
·         Pengalaman
        Komponen kedua dari berpikir kritis adalah pengalaman. Pengalaman perawat dalam praktik klinik akan mempercepat proses berpikir kritis karena ia akan berhubungan dengan kliennya, melakukan wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, dan membuat keputusan untuk melakukan perawatan terhadap masalah kesehatan klien.Pengalaman di lahan praktik merupakan laboraturium nyata bagi penerapan ilmu keperawatan. Perawat akan menerapakan teori yang sudah dipelajari dan tetap memperhatikan kenyataan yang ada dengan mengadakan penyesuaian, mengakomodasi respon klien, dan memperhatikan pengalaman yang terjadi.
        Seseorang dengan simpanan pengalaman pribadi yang banyak, kemampuan mengingat pengalaman, dan menerapkannya dalam suatu lingkungan yang baru akan jauh lebih kreatif daripada orang yang hanya memiliki sedikit pengalaman. Ambillah setiap peluang untuk menciptakan pengalaman baru sehingga akan menciptakan hubungan memori yang baru akan meningkatkan kemampuan untuk semua jenis fakta, kenyataan, kejadian atau peristiwadan informasi baru.
·         Kompetensi
        Komponen ketiga dari berpikir kritis adalah kompetensi. Menurut Kemendiknas No 045/U/2002, kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas- tugas dibidang pekerjaan tertentu.
        Kompetensi merupakan kemampuan individual yang dibutuhkan untuk mengerjakan suatu tugas atau pekerjaan yang dilandasi pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja keras sesuai untuk kerja yang dipersyaratkan.
        Kompetensi berpikir kritis adalah proses kognitif yang digunakan perawat untuk membuat penilaian keperawatan. Ada tiga tipe komperensi yaitu yaitu berpikir kritis umum, berpikir kritis spesifik dalam situasi klinis, dan berpikir kritis spesifik dalam keperawatan. Berpikir kritis umum mencakup metode ilmiah, pemecahan masalah, dan pembuatan keputusan. Kompetensi berpikir kritis spesifik dalam situasi klinis, mencakup pertimbangan diagnostic, kesimpulan klinis, dan pembuatan keputusan klinis. Berpikir kritis spesifik dalam keperawatan mencakup pendekatan sistematis yang digunakan untuk secara kritis mengkaji dan menelaah kondisi klien, mengidentifikasi respon klien terhadap masalah kesehatan, melakukan tindakan yang sesuai, dan mengevaluasi apakah tindakan yang dilakukan telah efektif. Format untuk proses keperawatan adalah unik untuk disiplin keperawatan dan memberikan bahasa dan proses yang umum bagi perawat untuk “ memikirkan semua” masalah klien (Kataoka-Yahiro dan Saylor, 1994). Proses keperawatan adalah suatu pendekatan sistematik, komprehensif untuk asuhan keperawatan.
·         Sikap untuk Berpikir Kritis
        Komponen keempat dari berpikir kritis adalah sikap untuk berpikir kritis. Paul  (1993) telah meringkaskan sikap – sikap yang merupakan aspek sentral dari pemikir kritis. Sikap ini adalah nilai yang harus ditunjukkan keberhasilannya oleh pemikir kritis. Individu harus menunjukkan keterampilan kognitif untuk berpikir secara kritis, tetapi juga penting untuk memastikan bahwa keterampilan ini digunakan secara adil dan bertanggung jawab.
·         Contoh sikap untuk berpikir kritis.
1.      Tanggung Gugat
Ketika individu mendekati suatu situasi yang membutuhkan berpikir kritis, adalah tugas individu tersebut untuk “ mudah menjawab” apapun keputusan yang dibuatnya. Sebagai perawat profesional, perawat harus membuat keputusan dalam berespon terhadap hak, kebutuhan, dan minat klien. Perawat harus menerima tanggung gugat untuk apapun penilaian yang dibuatnya atas nama klien.
2.      Berpikir Mandiri
Sejalan dengan seseorang menjadi dewasa dan mendapatkan pengetahuan baru, mereka belajar mempertimbangkan ide dan konsep dengan rentang yang luas dan kemudian membuat penilaian mereka sendiri. Hal ini tidak berarti mereka tidak menghargai ide orang lain. Segala perspektif dan situasi tertentu harus dipertimbangkan. Bagaimanapun, pemikir kritis tidak menerima ide orang lain tanpa mengajukan pertanyaan. Untuk berpikir secara mandiri, seseorang menantang cara tradisional dalam berpikir, dan mencari rasional serta jawaban logis untuk masalah yang ada. Berpikir mandiri adalah inti dari riset keperawatan. Selama bertahun- tahun perawat memasase area kulit klien yang terpajan terhadap tekanan, dengan pemikiran bahwa  sirkulasi pada area tersebut akan membaik. Pemikir mandiri mengajukan pertanyaan berikut: apa manfaat dari masase terhadap integritas jaringan dibawahnya? Sebagai hasil, praktik keperawatan telah berubah, dan sekarang masase pada area yang mengalami tekanan ini dihindari.
3.      Mengambil Resiko
Individu harus rela ide – idenya ditelaah dan harus dapat menerima pemikiran baru. Keyakinan yang kita miliki sering kali ditantang oleh alternatif yang lebih logis dan rasional. Adalah mudah untuk membuat keputusan yang cepat dan impulsive. Perlu dibutuhkan niat dan kemauan mengambil resiko untuk mengenali keyakinan apa yang salah dan untuk kemudian melakukan tindakan didasarkan pada keyakinan yang didukung oleh fakta dan bukti yang kuat. Kecuali seseorang mampu mengambil resiko, maka orang tersebut mengalami kesulitan untuk menerima perubahan. Ada banyak diskusi yang berlangsung sekarang ini mengenai penggunaan tenaga pembantu tidak berlesensi untuk mengganti perawat terdaftar. Banyak perawat menentang, menyanggah bahwa hanya perawat terdaftar yang dibekali untuk merawat klien,. Namun demikian, data memperlihatkan bahwa persentase tinggi dari pekerjaan rutin yang dilakukan di rumah sakit adalah berulangci pekerjaan rutin yang dilakukan di rumah sakit adalah berulang dan dapat dengan aman didelegasikan kepada anggota staf yang tidak berlisensi. Dengan demikian keberanian untuk melihat cara – cara alternatif pemberian asuhan keperawatan tanpa mengurangi kualitas, penting bagi perawat manajer menghadapi perubahan cepat yang terjadi dalam pelayanan kesehatan.
4.      Kerendahan Hati 
Penting untuk mengetahui keterbatasan diri sendiri. Pemikir kritis menerima bahwa mereka tidak mengetahui dan mencoba untuk mendapatkan pengetahuan yang diperlukan untuk membuat keputusan yang tepat. Keselamatan dan kesejahteraan klien mungkin beresiko jika perawat tidak mampu mengenali ketidakmampuannya untuk mengatasi masalah praktik. Perawat harus memikirkan kembali situasi, mencari pengetahuan tambahan, dan kemudian menggunakan informasi untuk membentuk konklusi. Kapan saja perawat ditarik ke unit keperawatan yang berbeda di dalam rumah sakit untuk bekerja, mungkin ada klien dimana dengan kondisi di mana perawat tidak memnberikan perawatan. Perawat mungkin enggan mengakui bahwa dirinya belum berpengalaman. Keinginan untuk berhadapan dengan perawat yang lebih berpengalaman dan untuk mendapatkan informasi yang diperlukan untuj mengenali masalah klien dengan tepat memampukan perawat menjadi dewasa secara professional.
5.      Integritas
Pemikir kritis mempertanyakan dan menguji pengetahuan dan keyakinan pribadinya seteliti mereka menguji pengetahuan dab keyakinan orang lain. Integritas pribadi membangun rasa percaya diri sejawat dan bawahan. Orang yang mempunyai integritas dengan cepat berkeinginan untuk mengakui dan mengevaluasi segala ketidakkonsistenan dalam ide dan keyakinannya. Eksekutif keperawatan yang merupakan pemimpin kuat belajar menerima ketika ide – ide mereka tidak lagi berfungsi untuk memberikan arahan pada pelayanan keperawatan. Mereka memberikan informasi baru dan mendorong bawahan untuk memberikan jalan keluar pada masalah manajemen yang sulit.
6.      Ketekunan
Pemikir kritis terus bertekat untuk menemukan solusi yang efektif untuk masalah perawatan klien. Solusi yang cepat adalah hal yang tidak dapat diterima. Perawat belajar sebanyak mungkin mengenai masalah, mencoba berbagai pendekatan untuk perawatan, dan terus mencari sumber tambahan sampai pendekatan yang tepat ditemukan. Sebagai contoh, perawat menggunakan berbagai terapi perawatan luka untuk klien diabetic. Tipe klien yang khusus ini dapat memiliki luka yang rumit karena proses penyembuhan luka yang normal mengalami gangguan. Untuk menemukan terapi yang berhasil, perawat dapat berkonsul dengan perawat spesialis atau ahli gizi atau bahkan merujuk ke artikel riset tentang perawatan luka.
7.      Kreativitas
Kreativitas mencakup berpikir original. Hal ini berarti menemukan solusi di luar apa yang dilakukan secara tradisional. Sering kali klien menghadapi masalah yang membutuhkan pendekatan yang unik. Sebagai contoh, klien arthritis dapat mempunyai keterbatasan serius pada gerakan pinggul dan lututnya. Salah satu pendekatan kreatif untuk membantu klien tetap mobil adalah dengan menaikkan semua kursi di rumah di atas balok kecil yang dipakukan pada kaki kursi, sehingga klien tidak perlu membungkuk dengan sudut ekstrim ketika duduk.
·         Standar untuk Berpikir Kritis
        Komponen kelima dari berpikir kritis mencakup standar intelektual dan professional. Paul (1993) menemukan bahwa standar intelektual menjadi universal untuk berpikir kritis. Standar professional untuk berpikir kritis mengacu pada kriteria etik untuk penilaian keperawatan dan kriteria untuk tanggung gugat professional. Standar ini mengekspresikan tujuan dan nilai profesi keperawatan. Penerapan standar ini mengharuskan perawat menggunakan berpikir kritis untuk kebaikan individu atau kelompok (Kataoka-Yahiro dan Saylor, 1994).


BAB  III
PEMBAHASAN

III.1 Pengertian Berpikir Kritis
        Berpikir adalah menggunakan pikiran dan mencakup membuat pendapat, membuat keputusan, menarik kesimpulan, dan merefleksikan ( Gordon, 1995). Berpikir merupakan suatu proses yang aktif dan terorganisasi (Chafee, 1994). Ketika perawat mengarahkan berpikir ke arah pemahaman dan menemukan jalan keluar dari masalah kesehatan klien, prosesnya menjadi bertujuan dan berorientasi pada tujuan. Dalam kaitannya dengan keperawatan, berpikir kritis adalah reflektif, pemikiran yang masuk akal tentang masalah keperawatan tanpa ada solusi dan difokuskan pada keputusan apa yang harus diyakini dan dilakukan (Kataoka-Yahiro dan Saylor, 1994). Belajar untuk berfikir secara kreatif dan mendalam memampukan perawat untuk merawat klien sebagai advokat mereka dan untuk menjadi lebih cerdik dalam membuat pilihan tentang perawat mereka. Berpikir secara kritis menantang individu untuk menelaah asumsi tentang informasi terbaru dan untuk menginterprestasikan serta mengevaluasi uraian dengan tujuan mencapai simpulan suatu perspektif baru (Strader, 1992). Untuk berpikir secara kritis melibatkan suatu rangkaian terintegrasi tentang kemampuan dan sikap berpikir. Individu harus mampu menerima invormasi, menggunakan ingatan (memori) saat ini dan masa lalu, menerapkan alasan dan logika meninjau data dengan cara yang teratur, dan membuat keputusan secara gamblang dan secara kreatif. Ketika perawat membuat keputusan mengenai kesehatan orang lain, bias, prasangka, dan penerapan pemikiran yang bersifat “tradisional” adalah tidak tepat. Berpikir kritis membebaskan individu untuk berpikir terhadap dirinya sendiri dan untuk membuat tindakan setelah masalah atau situasi dipahami dengan jelas.

III.2 Perawat dan Berpikir Kritis
        Peran perawat adalah untuk membantu individu, sakit atau sehat, dalam kinerja aktifitas yang menunjang pada kesehatan dan pemulihannya atau pada kematian yang tenang (International Council of Nurses, 1973). Definisi ini mencakup kompleksitas dari keperawatan. Ketika diberi tanggung jawab untuk membantu individu dalam mencapai kembali atau meningkatkan kesehatannya, perawat harus mampu berpikir secara kritis dalam upaya memecahkan masalah dan menemukan jalan keluar yang terbaik untuk kebutuhan klien. Berpikir kritus adalah suatu proses yang menantang seorang individu untuk menginterprestasi dan mengevaluasi informasi untuk membuat penilaian. Sepanjang waktu, keahlian perawat berkembang sejalan dengan dengan perawat merawat banyak klien, menguji dan memperbaiki pendekatan keperawatan, belajar dari keberhasilan dan kegagalan dan selalu menerapkan pengetahuan baru yang sesuai dengan kebutuhan klien. Kemampuan untuk berpikir secara kritis, menerapkan pengetahuan dan pengalaman, pemecahan masalah, dan membuat keputusan adalah inti dari praktik keperawatan.
III.2.1 Tinjauan Proses Keperawatan
        Proses keperawatan adalah satu pendekatan untuk pemecahan masalah yang memampukan perawat untuk mengatur dan memberikan asuhan keperawatan. Proses keperawatan mengandung elemen berpikir kritis yang memungkinkan perawat membuat penilaian dan melakukan tindakan berdasarkan nalar. Proses adalah serangkaian tahapan atau komponen yang mengarah pada pencapaian tujuan. Tiga karakteristik dari proses adalah tujuan, organisasi, dan kreatifitas (Bevis, 1978). Tujuan adalah maksud spesifik atau tujuan dari proses. Proses keperawatan digunakan untuk mendiagnosa dan mengatasi respons manusia terhadap sehat dan sakit (American Nurses Association, 1980). Organisasi adalah satu rangkaian tahap atau komponen yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Proses keperawatan mencakup lima tahap : pengkajian, diagnose keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Kreativitas adalah perkembangan bersinambungan dari proses itu sendiri. Proses keperawatan adalah dinamik dan berkelanjutan. Proses keperawatan memberikan cetak biru untuk berpikir kritis sehingga perawat dapat mengindividualisasikan asuhan dan berespons terhadap kebutuhan klien dengan tepat waktu dan cara yang masuk akal untuk memperbaiki atau mempertahankan tingkat kesehatan klien.
        Proses keperawatan adalah kerangka kerja dan struktur organisasi yang kreatif untuk memberikan asuhan keperawatan, namun proses keperawatan juga cukup fleksibel untuk digunakan di semua lingkup keperawatan. Tujuan dari proses keperawatan adalah untuk mengidentifikasi kebutuhan perawatan kesehatan klien, menemukan prioritas, menetapkan tujuan dan hasil asuhan yang diperkirakan, menetapkan dan mengomunikasikan rencana asuhan yang berpusat pada klien, memberikan intervensi keperawatan yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan klien, dan mengevaluasi keefektifan asuhan keperawatan dalam mencapai hasil dan tujuan klien yang diharapkan. Bandman dan Bandman (1995) menguraikan seluruh proses perawatan sebagai suatu rangkai hubungan cara-hasil (means-ends). Cara adalah keakuratan perawat dalam mengkaji, mendiagnosis, menangani klien, dan hasil adalah peningkatan fungsi dan kesejahteraan klien.



Tabel Ringkasan Proses Keperawatan

Komponen
Tujuan
Tahap
Pengkajian
Untuk mengumpulkan, memperjelas, dan mengomunikasikan data tentang klien sehingga terbentuk dasar data
- Mengumpulkan riwayat kesehatan keperawatan
- melakukan pemeriksaan fisik
- mengumpulkan data laboraturium
- memvalidasi data
- mengelompokkan data
- mencatatkan data
Diagnosa keperawatan
Untuk mengidentifikasi kebutuhan perawatan kesehatan, untuk merumuskan diagnose keperawatan
- menganalisis dan menginterpretasi data
- mengidentifikasi masalah klien
- merumuskan diagnosa keperawatan
- mendokumentasikan diagnosa    keperawatan
Perencanaan
Untuk mengidentifikasi tujuan klien, untuk menentukan priotitas asuhan, untuk menentukan hasil yang diperkirakan, untuk merancang strategi keperawatan, untuk mencapai tujuan keperawatan
- mengidentifikasi tujuan klien
- menetapkan hasil yang diperkirakan
- memilih tindakan keperawatan
- mendelegasikan tindakan
- menuliskan rencana asuhan keperawatan
- mengonsulkan

Implementasi
Untuk melengkapi tindakan keperawatan yang diperlukan, untuk menyelesaikan rencana asuhan
- mengkaji kembali klien
- menelaah dan memodifikasi rencana perawatan yang sudah ada
- melakukan tindakan keperawatan
Evaluasi
Untuk menentukan seberapa jauh tujuan asuhan telah dicapai
- membandingkan respon  klien dengan criteria
- menganalisaalasan untuk hasil dan konklusi
- memodifikasi rencana asuhan

III.2.2 Penerapan dalam praktik
        Pertimbangan adalah salah satu cara orang berfikir. Seseorang mencerminkan dan pada sampai pada suatu keputusanserta memecahkan masalah (Bandman dan Bandman,1995). Sebagai contoh, ketika perawat. Nn. Sims, mengamati Tn. Sierra sedang duduk di ruang pemeriksaan klinik, berbagai pikiran melintas dalam benaknya. Perilaku klien apa yang dikenali? Apa makna dari perilaku tersebut? Apakah ada perawat yang mengenali perilaku sebelumnya? Bagaimana perawat bereaksi terhadap klien? Apakah ada faktor tertentu di klinik yang mempengaruhi klien? Perawat mulai melakukan pertimbangan untuk berhasil dalam menentukan minat dan kebutuhan perawatan kesehatan klien. Sebagai contoh, pertimbangan membantu perawat memutuskan apa yang harus dikatakan pada Tn. Sierra setelah klien bertanya, “ apakah saya harus di rumah sakit?” respons seseorang mungkin, “ hanya dokter anda yang tahu.” Jawaban ramah yang mungkain, “jangan khawatir, anda pasti akan menjadi lebih baik.” Respons lainnya mungkin, “ ceritakan pada saya apa yang membuat anda berpikir bahwa Anda harus dirawat di rumah sakit.” Pendekatan yang terakhir tidak menyangkal dan tidak menghindari kekhawatiran klien. Sebaliknya perawat memfasilitasi pertimbangan klien sendiri sehingga klien dapat menyebutkan fakta atau kesimpulan tentang kondisinya sendiri. Bergantung pada klien katakana, perawat mungkin akan mengajukan pertanyaan lebih lanjut, memilih untuk memeriksa klien, ataau barangkali keluar dari ruang pemeriksaan untuk menelaah catatan kredit klien.
        Metode ilmiah adalah salah satu cara pendekatan terhadap pertimbangan yang beralih dari fakta- fakta pengalaman yang dapat diamatihingga penjelasan masuk akal dari fakta-fakta tersebut (Bandman dan Bandman,1995) metode ini adalah pendekatan yang memungkinkan untuk identifikasi dan resolusi dari masalah. Klien di klinik mungkin mengatakan pada perawat bahwa nyeri punggung bawah terjadi setelah ia jatuh dari tangga. Dengan pengamatan yang lebih dekat perawat menemukan postur klien yang membungkuk. Meringis, dan gerakan yang lambat dari kursi ke meja pemeriksaan. Perilaku klien menunjukkan adanya nyeri, tetapi perawat akan bertanya, “ Apakah anda merasakan nyeri?” Jika ya tolong katakana pada Saya dimana tepatnya Anda merasakan nyeri tersebut. Apakah nyeri tersebut memburuk ketika Anda menciba untuk duduk?” Perawat mungkin meminta pada klien dengan perlahan membungkuk ke depan atau ke samping. Instuisi tentang masalah klien tidak dapat dipercaya seperti halnya pengamatan aktual atau yang dapat diukur. Perawat terus menggunakan pendekatan pemecahan masalah untuk mempelajari lebih dalam mengenai klien, untuk menentukan sifat masalah, dan pada akhirnya untuk memberikan pendekatan terhadap peredaan ketidaknyamanan yang dialami klien.
        Proses keperawatan mencakup pertimbangan ilmiah. Perawat membuat kesimpulan tentang makna dari respons klien terhadap masalah kesehatan atau menyamaratakan status fungsi kesehatan klien. Suatu pola akan mulai terbentuk: sebagai contoh, klien mempunyai nyeri akut dan mobilitasnya terbatas. Perawat terus mengumpulkan informasi sampai klasifikasi yang akurat tentang masalah klien ditetapkan, seperti diagnose keperawatan berikut: kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan nyeri punggung akut. Definisi yang jelas tentang masalah klien kemudian memberikan dasar untuk intervensi keperawatan dan evaluasi dari hasil. Intervensi keperawatan dirancang untuk menghilangkan nyeri sehingga dengan demikian memperbaiki mobilitas klien.
        Proses keperawatan hanya satu variasi dari satu pertmbangan ilmiah yang memungkinkan perawat mengatur, membuat sistem, dan membuat konseppraktik keperawatan (Bandman dan Bandman,1995). Proses keperawatan merupakan pendekatan umum terhadap sistem individual, keluarga, kelompok, atau komunikasi klien. Proses keperawatan merupakan pendekatan yang memungkinkan perawat membedakan praktik mereka dari praktik dokter dan professional perawatan kesehatan lainnya. Ketika perawat berpikir secara kritis, klien menjadi partisipan aktif dan hasil akhirnya dalah komprehensif, yaitu pendekatan individual terhadap perawatan.
        Untuk berhasil dalam menggunakan proses keperawatan, perawat harus bekerja di dalam satu set asumsi atau konsep sebagai kerangka acuan (Bandman dan Bandman,1995). Agar berguna, pengumpulan data harus dibuat dalam kaitanntya dalam tujuan keperawatan yang akan dicapai, sebagai contoh, peredaan nyeri atau pembelajaran klien. Konsepini (penatalaksanaan nyeri atau pembelajaran orang dewasa) adalah dasar untuk penilaian keperawatan, implementasi, dan evaluasi. Kerangka kerja konseptual seperti penatalaksanaan nyeri atau model teoretis seperti teori kurang perawatan diri dari Oremmemberi perawat dasar untuk menentukan informasi yang akan dikumpulkan, bidang diagnostic yang dipertimbangkan,dan tujuan keperawatan serta terapi. 
III.2.3 Lima langkah proses keperawatan
        Kerangka kerja proses keperawatan mencakup langkah berikut: pengkajian, diagnose keperawatan, perencanaan, ( termasuk identifikasi hasil yang diperkirakan), implementasi, dan evaluasi. Setiap langkah proses keperawatan penting untuk pemecahan masalah yang akurat dan dengan erat saling berhubungan satu sama lain. Gordon, ( 1995 ) menguraikan dua langkah pertama dari pengkajian dan diagnosa sebagai komponen identifikasi masalah dan tiga langkah lainnya sebagai komponen pemecahan masalah. Selama pengkajian perawat mengumpulkan data tentang klien dari berbagai sumber. Sifat dan besarnya data selalu berubah, sehingga mengharuskan perawat untuk mengambil data dan membentuk pola yang bermakna. Pemecahan masalah klinis perawat kadang linier, kadang bercabang ketika data dari maslah baru teriden-tifikasi, dan dilain waktu bersiklus ketika perawat harus mengkaji dan memvalidasi informasi (Yura dan Walsh,1988). Keakuratan penting sehingga perawat membuat konklusi yang sesuai yang akan mengarahkan rencana perawatan.
        Langkah diagnosa keperawatan mencakup mengumpulkan data pengkajian dan merumuskan pernyataan diagnosa yang mengidentifikasi masalah klien yang berhubungan dengan kesehatan. Keakuratan pernyataan ini bergantung pada kelengkapan pengumpulan, penapisan, pengelompokkan, dan validasi data. Diagnosa keperawatan memberi perawat fokus yang brsifat individual, dan berpusat pada klien.
        Selama tahap perencanaan dari proses, suatu rencana perawatan dirumuskan. Perencanaan diindividualisasikan berdasarkan dasar data pengkajian dan diagnosa keperawatan klien. Komponen perencanaan adalah identifikasi hasil. Penting bagi perawat untuk mengidentifikasi hasil yang diharapkan (respons atau perilaku)yang akan dicapai klien jika rencana perawatan berhasil. Hasil dinyatakan dalam istilah perilaku seperti “klien akan dengan tepat menyiapkan medikasi yang diresepkan”. Intervensi keperawatan yang dipilih untuk rencana perawatan, seperti peragaan dengan pengawasan untuk persiapan medikasi, berfokus pada hasil yang diharapkan. Rencana asuhan keperawatan mengandung hasil dan tujuan klien yang diharapkan, intervensi keperawatan yang sesuai, dan kriteria untuk evaluasi.
        Implementasi adalah langkah tindakan dari proses keperawatan. Perawat menggunakan beragam pendekatan untuk memecahkan masalah kesehatan klien, intervensi berorientasi pada masalah dan diindividualisasikan sesuai dengan rencana perawatan klien. Intervensi secara continue dimodifikasi didasarkan pada evaluasi berkelanjutan dari respons klien dan analisis diagnostik perawat. Keberhasilan dari langkah ini ditelaah selama evaluasi.
        Langkah kelima dari proses keperawatan adalah evaluasi. Perawat menentukan kemajuan klien ke arah pencapaian hasil yang diharapkan dan tujuan serta keberhasilan intervensi keperawatan. Jika intervensi berhasil, diagnosa keperawatan klien teratasi. Jika masalah kesehatan klien menetap, proses evaluasi memandu perawatuntuk merevisi,menyingkirkan, atau menambah terapi. Evaluasi adalah penyelesaian siklus aktivitas dimana hasilnya memberikan efek berkelanjutan pada tahap lainnya dari proses, evaluasi adalah tahap dari pemecahan masalah klinik yang membantu memelihara hasil klien yang diinginkan dengan memeriksa dan menyesuaikan tahap-tahap lainnya dari proses ke[erawatan. Tahap in i memberikan peluang revisi rencana asuhan keperawatan seperti yang diperlukan untuk memecahkan masalah kesehatan.
        Keseluruhan proses adalah sekuensial dan interrelasi. Setiap tahap bergantung pada tahap sebelumnya. Urutansnya adalah logis karena informasi klien dikumpulkan sebelum kebutuhan perawatan kesehatan ditetapkan. Rencana didasarkan pada kebutuhan klien, dan asuhan keperawatan diberikan dengan sesuai rencana tersebut. Asuhan keperawatan dievaluasi dalam kaitannya dengan pencapaian hasil yang diharapkan.


BAB  IV
PENUTUP

IV.1 Simpulan
          Berpikir adalah menggunakan pikiran dan mencakup membuat pendapat, membuat keputusan, menarik kesimpulan, dan merefleksikan ( Gordon, 1995). Berpikir merupakan suatu proses yang aktif dan terorganisasi (Chafee, 1994). Ketika perawat mengarahkan berpikir ke arah pemahaman dan menemukan jalan keluar dari masalah kesehatan klien, prosesnya menjadi bertujuan dan berorientasi pada tujuan. Dalam kaitannya dengan keperawatan, berpikir kritis adalah reflektif, pemikiran yang masuk akal tentang masalah keperawatan tanpa ada solusi dan difokuskan pada keputusan apa yang harus diyakini dan dilakukan (Kataoka-Yahiro dan Saylor, 1994)
          Peran perawat adalah untuk membantu individu, sakit atau sehat, dalam kinerja aktifitas yang menunjang pada kesehatan dan pemulihannya atau pada kematian yang tenang (International Council of Nurses, 1973). Definisi ini mencakup kompleksitas dari keperawatan. Ketika diberi tanggung jawab untuk membantu individu dalam mencapai kembali atau meningkatkan kesehatannya, perawat harus mampu berpikir secara kritis dalam upaya memecahkan masalah dan menemukan jalan keluar yang terbaik untuk kebutuhan klien

IV.2 Saran
          Berpikir kritis sangat diperlukan oleh seorang perawat dalam upaya  memecahkan masalah dan menemukan jalan keluar yang terbaik untuk kebutuhan klien. Untuk itu, mari kita biasakan untuk berpikir kritis mulai sekarang


DAFTAR PUSTAKA

www.google.com diakses tanggal 11 oktober 2011
Maryam,siti.(2006).Berpikir Kritis dalam Keperawatan.Buku Ajar Kedokteran EGC,Jakarta.
Potter, perry.(2006).Fundamental Keperawatan.Buku Ajar Kedokteran EGC, Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar