Minggu, 03 Juni 2012

Kebutuhan Seksualitas (IKD IV,SMT II)



Kebutuhan Seksualitas
Kelompok II Topik III

Nama Kelompok       :
1.      Arina Risma              (05201111039)
2.      Dedy Fauzan             (                       )
3.      Mia Kusuma              (05201111004 )
4.      Ramadhan Alfia        (                       )








 

KATA PENGANTAR

           Puji dan syukur Penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyusun makalah ini yang berjudul “ Kebutuhan Seksualitas
          
           Penyusun menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini adalah berkat bantuan dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penyusun menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini

           Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada para pembaca. Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik dan saran dari pembaca sangat penyusun harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
 
Mojokerto, 09 April 2012



                                                                        Penyusun


DAFTAR ISI

Halaman Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
1    Latar Belakang
1    Rumusan Masalah
1    Tujuan
      Manfaat
BAB II PEMBAHASAN
      Pengertian Sekaualitas
2    Dimensi Seksualitas
2    Perkembangan Seksual
2    Perilaku yang Berhubungan dengan Seksualitas
2    Masalah yang Berhubungan dengan Seksualitas
2    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Seksualitas
     Dampak Seksualitas pada Remaja     
BAB III PENUTUP
4    Simpulan
4    Saran
DAFTAR PUSTAKA


BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
         Seksualitas dilain pihak, adalah istilah yang lebih luas. Seksualitas diekspresikan melalui interaksi dan hubungan dengan individu dari jenis kelamin yang berbeda dan atau sama dan mencangkup pikiran, pengalaman, pelajaran, ideal, nilai, fantasi dan emosi. Untuk mempelajari subjek, menurut Oxford Inggris Century Dictionary, kata seks memasuki bahasa Inggris pada abad keempat belas terlambat. Pada saat itu, kata disebut "salah satu dari dua divisi makhluk hidup, laki-laki dan perempuan" (dieja pada mereka maals hari dan femaals). 1600 oleh para pakar inggris seks juga datang untuk menunjukkan aspek karakteristik pribadi seseorang yang dianggap berasal dari dia atau biologgy seksualnya. Seksualitas berhubungan dengan bagaimana seseorang merasa tentang diri mereka dan bagaimana mereka mengomunikasikan perasaan tersebut kepada orang lain melalui tindakan yang dilakukan, seperti sentuhan, ciuman, pelukan, dan senggama seksual, dan melalui perilaku yang lebih halus, seperti isyarat gerak tubuh, etiket, berpakaian, dan perbendaharaan kata (Denney & Quadagno, 1992; Zawid, 1994). Seksualitas mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pengalaman hidup. Pengaruh dan pengalaman ini sering berbeda antara pria dan wanita.

I.2 Rumusan Masalah
  • Apa yang dimaksud dengan seksualitas ?
  • Sebutkan dan jelaskan berbagai dimensi seksualitas ?
  • Bagaimana proses dari perkembangan seksual ?
  • Apa saja perilaku yang berhubungan dengan seksualitas ?
  • Masalah apa saja yang berhubungan dengan seksualitas ? 
  • Faktor apa saja yang mempengaruhi kebutuhan seksualitas ? 
  • Bagaimana dampak seksualitas pada remaja?  

 I.3 Tujuan
  • Mengetahui pengertian dari seksualitas. 
  • Mengetahui berbagai dimensi seksualitas. 
  • Mengetahui psoses perkembangan seksual. 
  • Mengetahui perilaku yang berhubungan dengan seksualitas. 
  • Mengetahui masalah yang berhubungan dengan seksualitas.
  • Mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi seksualitas. 
  • Mengetahui dampak seksualitas pada remaja.
 I.4 Manfaat
  • Makalah ini bermanfaat bagi mahasiswa dalam mengembangkan  pengetahuan tentang Alat Permainan Edukatif. 
  • Makalah ini bermanfaat bagi masyarakat dalam mnegembangkan permainan edukatif bagi anak. 
  • Makalah ini dijadikan sumber wacana di perpustakaan, atau sebagai referensi dalam penulisan makalah selanjutnya.

BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Pengertian Seksualitas
          Menurut Oxford Inggris Century Dictionary, kata seks memasuki bahasa Inggris pada abad keempat belas terlambat. Pada saat itu, kata disebut "salah satu dari dua divisi makhluk hidup, laki-laki dan perempuan" (dieja pada mereka maals hari dan femaals). Kata ini didasarkan pada 'sek' fonem, yang berasal dari secus adverbia Latin, yang berarti "dengan cara lain, jika tidak, berbeda," dan serumpun, yang secare kata kerja Latin, yang berarti untuk memotong, membelah, atau membagi, yang adalah akar dari sekte kata modern dan kata-kata terkait menunjukkan keutuhan memisahkan menjadi beberapa bagian. Beberapa budaya kuno dan agama mengajarkan bahwa kedua jenis kelamin berasal dari membagi individu yang unisex dua. 1600 oleh para pakar inggris seks juga datang untuk menunjukkan aspek karakteristik pribadi seseorang yang dianggap berasal dari dia atau biology seksualnya.
          Menurut Potter & Perry dalam bukunya Fundamental Keperawatan (1991), seksualitas, dilain pihak, adalah istilah yang lebih luas. Seksualitas diekspresikan melalui interaksi dan hubungan dengan individu dari jenis kelamin yang berbeda dan atau sama dan mencangkup pikiran, pengalaman, pelajaran, ideal, nilai, fantasi dan emosi. Banyak orang salah berpikir tentang seksualitas hanya dalam istilah seks. Seksualitas dan seks, bagaimanapun adalah suatu hal yang berbeda. Kata seks sering digunakan dalam 2 cara. Paling umum seks digunakan untuk mengacu pada bagian fisik dari berhubungan, yaitu aktivitas seksual genital. Seks juga digunakan untuk memberi label jender, baik seseorang itu pria atau wanita.
          Menurut Gordon Edlin phD & Eric Golanty phD pada situs www.jblearning.com juga disebutkannya, seksualitas terdiri dari aspek kepribadian seseorang yang terlibat dengan klasifikasi seksual, aktivitas seksual, dan menciptakan experiens erotis. Seksualitas manusia memiliki enam dimensi  :
1.      Dimensi Fisik, dari setiap daerah tubuh yang berkontribus terhadap klasifikasiseksual, aktivitas seksual, dan pengalaman sexual. Ini termasuk organ seksual, otak, sistem saraf, kulit, rambut tubuh, bentuk tubuh, dan fitur wajah yang dianggap menarik (atau tidak menarik). Dimensi fisik juga mencakup kesehatan fisik secara umum dan kesejahteraan.
2.      Dimensi Psikososial, mencakup satu itu seksual nilai-nilai terkait, kepercayaan,  sikap, dan emosi; identitas seksual seseorang, rasa diri sebagai makhluk seksual; identitas jender, rasa diri sebagai laki-laki atau perempuan, peran gender, pribadi dan ekspektasi perilaku individu dari jenis kelamin yang ditetapkan oleh kelompok budaya mereka, dan orientasi seksual, kecenderungan yang akan tertarik secara seksual dan merasa paling nyaman berada dekat secara emosional dengan seseorang dari seks biologis tertentu.
3.      Dimensi Reproduksi, terdiri dari proses fisiologis dan sosial yang berkontribusi terhadap konsepsi dan kelahiran anak, dan merawat mereka sampai mereka mampu hidup mandiri. Dimensi ini juga terdiri dari upaya untuk mengubah dan mengontrol dengan berbagai cara kemampuan reproduksi seseorang.
4.      Dimensi dikembangkan meliputi sejarah pribadi seksual seseorang, fisik, pengalaman psikologis, dan sosial (dan diri interpretasi dari mereka) bahwa perubahan sebagai salah satu menavigasi perjalanan hidup. Sepanjang hidup perubahan diri fisik seksual, khususnya selama kehidupan janin ketika tubuh mengembangkan, dan sekali lagi pada masa pubertas ketika anak tubuh perubahan yang dari Adul. keyakinan seseorang mengenai seks dan seksualitas juga berubah sepanjang hidup, khususnya berkaitan dengan makna pribadi aktivitas seksual dan pengalaman seksual.
5.      Dimensi Erotis, terdiri dari perasaan, gambar, dan perilaku dimaksudkan untuk menciptakan pengalaman erotis, termasuk seksual diri sendiri dan pasangan seksual seseorang, menjadi intim, dan mempertahankan hubungan seksual. Dimensi ini juga terdiri dari bahan kesulitan fisik dan psikologis yang berkaitan oto menciptakan pengalaman erotis.
6.      Para Consits, dimensi hubungan dari berbagai jenis hubungan interpersonal di mana aktivitas seksual dan pengalaman terjadi.Hubungan tersebut dapat berupa antara Stranges virtual, teman, atau mitra perkawinan. Dalam budaya, aktivitas seksual dan pengalaman dianggap righys dan tanggung jawab mitra perkawinan.Dalam beberapa budaya, aktivitas seksual dan pengalaman merupakan bagian integral dari hubungan interpersonal yang ditandai dengan perasaan cinta, keintiman, dan kedekatan emosional.

II.2 Dimensi Seksualitas
          Menurut potter & perry dalam bukunya Fundamental Keperawatan (1991) juga menjelaskan berbagai dimensi seksualitas.
1.      Dimensi Sosiokultural
          Seksualitas dipengaruhi oleh norma dan peraturan kultural yang menentukan apakah perilaku yang diterima di dalam kultur. Keragaman kultural secara global menciptakan variabilitas yang sangat luas dalam norma seksual dan menghadirkan spektrum tentang keyakinan dan nilai yang luas. Misalnya termasuk caara dan perilaku yang diperbolehkan selama berpacaran, apa yang di anggap merangsang, tipe aktivitas seksual, sanksi dan larangan dalam perilaku seksual, dengan siaa seseorang menikah dan siapa yang izinkan untuk menikah. Sirkumsisi adalah contoh tradisi seksual kultural. Sirkumsisi pria adalah pengangkatan prepusium atau kulup diatas glans penis.sirkumsisi pada wanita adalah suatu warisan tradisi yang sangat lekat dalam budaya pada beberapa negara. Tindakan ini sering disebut sebagai mutilasi genital wanita.
Perilaku seksual sangat serupa dengan perilaku sosial lainnya, yaitu, seseorang akan berperilaku sesuai dengan mereka dihargai untuk berperilaku. Mereka cenderung “bermain sesuai aturan” ketika memilih seseorang untuk dinikahi. Bagaimana seseorang memahami aspek dunia mereka bergantung pada siapa mereka secara sosial dan dalam lingkungan sosial seperti apa mereka tinggal. Lingkungan atau masyarakat dan agama tertentu mendorong atau melarang pola seksualitas tertentu. Kehidupan seksualitas melekat erat dalam kehidupan sosial yang memberikan kesempatan dan batasan. Misalnya, pasangan hidup bisa diterima oleh orang terdekat. Sebagai akibat orang tersebut cenderung menikah dengan orang yang usia, pendidikan, ras, agama, dan status sosialnya hampir sama. Tampaknya kebebasan untuk menemukan seseorang yang menjadi impian hanya mitos; dalam kenyataannya, sebagian besar orang “menemukan” hanya kelompok yang sudah diharuskan yaitu kelompok sosiokultural mereka sendiri (Michael et al, 1994).
Secara ringkas, setiap masyarakat memainkan peran yang sangat kuat dalam membentuk nilai dan sikap seksual, juga dalam membentuk atau menghambat perkembangan dan ekspresi seksual anggotanya. Setiap kelompok sosial mempunyai aturan dan norma sendiri yang memandu perilaku anggotanya. Peraturan ini menjadi bagian integral dari cara berpikir individu yang menggarisbawahi  perilaku seksual, termasuk, misalnya saja, bagaimana seseorang menemukan pasangan hidupnya, seberapa sering merekamelakukan hubungan seks, dan apa yang mereka lakukan ketika mereka berhubungan seks.
2.      Dimensi Agama dan Etik
Seksualitas juga berkaitan dengan standar pelaksanaan agama dan etik. Ide tentang pelaksanaan seksual etik dan emosi yang berhubungan dengan seksualitas membentuk dasar untuk pembuatan keputusan seksual. Spektrum sikap yang ditunjukan pada seksualitas direntang dari pandangan tradisional tentang hubungan seks yang hanya dalam perkawinan sampai sikap yang memperbolehkan individu menentukan apa yang benar bagi dirinya. Keputusan seksual yang melewati batas kode etik individu dapat mengakibatkan konflik internal.
3.      Dimensi Psikologis
Seksualitas bagaimana pun mengandung perilaku yang dipelajari. Apa yang sesuai dan dihargai dipelajari sejak dini dalam kehidupan dengan mengamati perilaku orangtua. Orangtua biasanya mempunyai pengaruh signifikan pertama pada anak-anaknya. Mereka sering mengajarkan tentang seksualitas melalui komunikasi yang halus dan nonverbal. Seseorang memandang diri mereka sebagai makhluk seksual berhubungan dengan apa yang telah orangtua mereka tunjukan kepada mereka tentang tubuh dan tindakan mereka. Orangtua memperlakukan anak laki-laki dan perempuan secara berbeda berdasarkan jender.
4.      Dimensi Biologis
Seksualitas berkaitan dengan pebedaan biologis antara laki-laki dan perempuan yang ditentukan pada masa konsepsi. Material genetic dalam telur yang telah dibuahi terorganisir dalam kromosom yang menjadikan perbedaan seksual. Ketika hormon seks mulai mempengaruhi jaringan janin, genitalia membentuk karakteristik laki-laki dan perempuan. Hormon mempengaruhi individu kembali saat pubertas, dimana anak perempuan mengalami menstruasi dan perkembangan karakteristik seks sekunder, dan anak laki-laki mengalami pembentukan spermatozoa (sperma) yang relatif konstan dan perkembangan karakteristik seks sekunder.

II.3 Perkembangan Seksual
1.       Masa Bayi
            Baik bayi perempuan maupun bayi laki-laki dilahirkan dengan kapasitas untuk kesenangan dan respons seksual. Genitalia bayi sensitif terhadap sentuhan sejak lahir. Dengan stimulasi bayi laki-laki berespons dengan ereksi penis dan bayi perempuan dengan lubrikasi vaginal. Anak laki-laki juga mengalami ereksi noktural spontan melalui stimulasi. Perilaku danrespons ini tidak berhubungan dengan kontak psikologis erotik seperti pada masa pubertas atau masa dewasa tetapi lebih pada perilaku pembelajaran normal dalam membentuk rasa diri. Respons orang tua terhadap perilaku eksploratori ini dapat membentuk arah dari perkembangan seksual, edukasi, dan kenyamanan dalam menghadapi seksualitas di rumah.
            Orang tua harus mau menerima perilaku eksplorasi bayi sebagai langkah perkembangan identitas diri yang positif. Dengan memberikan bentuk stimulasi taktil lainnya melalui menyusu, memeluk, dan menyentuh atau membuai, membantu bayi dalam mendefinisikan pengalaman kesenangan dan kenyamanan melalui interaksi manusia dan dari kontak tubuh. Sentuhan dan tubuh manusia mulai mendapat definisi sebagai hal yang “baik”.
2.      Masa Usia Bermain dan Prasekolah
            Anak dari usia 1 sampai 5 atau 6 tahun menguatkan rasa identitas jender dan mulai membedakan perilaku sesuai jender yang didefinisika secara sosial. Proses pembelajaran ini terjadi dalam perjalanan interaksi normal orang dewasa-anak dari boneka yang diberikan kepada anak, pakaian yang dikenakan, permainan yang dimainkan, dan respons yang dihargai. Anak juga mengamati perilaku orang dewasa, mulai untuk menirukan tindakan orang tua yang berjenis kelamin sama, dan mempertahankan atau memodifikasi perilaku yang didasarkan pada umpan balik orang tua.
            Eksplorasi tubuh terus berlanjut dalam kelompok usia ini. Eksplorasi dapat mencakup mengelus diri sendiri, manipulasi genital; memeluk boneka, hewan peliharaan, atau orang di sekitar mereka; dan percobaan sensual lainnya. Sementara mempelajari bahwa tubuh itu baik dan bahwa stimulasi tertentu itu menyenangkan, anak dapat juga diajarkan tentang perbedaan perilaku yang bersifat pribadi versus publik. Permainan dengan pasangan jenis kelamin dapat ditangani dengan cara seperti apa adanya. Orang tua dapat menginterpretasi rasa keingintahuan yang ditunjukan sebagai suatu indikasi yang menandakan bahwa anak telah siap untuk belajar tentang perbedaan dan nama-nama yang sesuai untuk genitalia perempuan dan lak-laki.
            Pertanyaan tentang dari mana bayi berasal atau perilaku seksual yang diamati oleh anak harus dijelaskan dengan terbuka, jujur, dan sederhana. Bahkan jika pertanyaan tidak dijawab, kesempatan pembelajaran harus tetap diberikan melalui menunjuk pada wanita yang sedang hamil atau perilaku hewan di kebun binatang atau melaui diskusi tentang seksualitas sebagai tindak lanjut dari cerita atau program televisi yang melibatkan topik ini.
3.      Masa Usia Sekolah
            Bagi anak-anak dari usia 6 sampai 10 tahun, edukasi dan penekanan tentang seksualitas datang dari orang tua dan gurunya tetapi lebih signifikan dari kelompok teman sebayanya. Masyarakat Amerika Utara mendefinisikan rentang yang luas tentang perilaku yang diterima bagi anak gadis dan anak laki-laki (mis. kedua jenis kelamin ikut serta dalam aktifitas memasak dan kerajinan kayu). Orang tua dan tenaga perawatan kesehatan dapat mendorong perilaku yang diterima secara sosial tanpa menerapakan label maskulin atau feminin.
            Anak-anak usia sekolah sepertinya akan terus melanjutkan perilaku stimulasi diri. Orang tua dan anak-anak dapat diinformasikan bahwa masturbasi tidak mempunyai efek fisik atau emosional yang membahayakan. Penjelasan tentang waktu, tempat, dan hubungan yang sesuai untuk ekspresi seksual juga dapat juga diberikan dalam konteks nilai dan rasional yang mendasari keyakinan.
            Anak-anak dalam kelompok usia ini akan terus mengajukan pertanyaan tentang seks dan menunjukkan kemandirian mereka dengan menguji perilaku yang sesuai. Batas pengujian mungkin ditunjukkan dengan menggunakan kata-kata kotor atau menceritakan guyonan dengan konotasi seksual sambil mengamati orang dewasa. Pengujian batas seksual juga berarti mengidentifikasi ekspresi yang sesuai tentang seksualitas dan kesempatan yang dapat digunakan orang tua untuk mengeksplorasi pertanyaan dan perhatian anak.
            Anak-anak juga mempunyai keinginan dan kebutuhan privasi. Sampai usia 10 tahun, banyak anak gadis dan sebagian anak laki-laki sudah mulai mengalami sebagian dari perubahan pubertas. Sebagaimana anak memasuki pubertas, tubuh mereka berubah dan mereka mengalami peningkatan kesopanan. Mereka membutuhkan informasi yang akurat dari rumah dan sekolah tentang perubahan tubuh selama periode ini. Hal ini memungkinkan anak-anak untuk mendapatkan informasi dan mengajukan pertanyaan sebelum mereka mempunyai kekuatiran pribadi mengenai kenormalan dan oleh karenanya mereka tidak merasa mempunyai ancaman untuk bertanya. Pengetahuan dapat juga menurunkan ansietas tentang pubertas ketika seorang anak yang tidak diinformasikan mungkin takut tentang menstruasi atau emisi noktural dan menganggap kejadian tersebut sebagai penyakit yang menakutkan.
            Sampai usia sekolah dini, anak harus juga diberi informasi untuk berhati-hati terhaadap potensial penganiayaan seksual. Banyak sekolah yang sudah mulai memasukkan pokok bahasan ini ke dalam kurikulum mereka. Orang tua harus didorong untuk menelaah materi ini untuk mendapatkan kebenarannya dan memberikan tindakan lanjut. Anak-anak yang sangat kecil dapat diajarkan tentang perbedaan antara sentuhan yang baik dan sentuhan yang buruk dan tentang bagian tubuh tertentu biasannya tidak disentuh oleh orang dewasa kecuali saat mandi atau selama pemeriksaan fisik. Anak-anak harus diberi tahu bahwa jika mereka merasa tidak nyaman tentang cara mereka disentuh, mereka harus mengatakan tidak dan menceritakan kepada orang dewasa yang mereka percaya tentang kejadian ini. Cara lain untuk membatasi potensi penyiksaan seksual adalah termasuk menyuluh anak-anak bahwa keluarga tidak harus merahasiakan (kecuali kejutan pada hari ulang tahun atau kejadian lain yang waktunya terbatas), bahwa orang dewasa tidak selalu benar, dan bahwa semua orang harus mempunyai kontrol terhadap tubuh mereka dan dapat memutuskan siapa yang boleh memeluk mereka.
            Jika terjadi penganiayaan seksual, anak yang merasa leluasa menceritakan tentang tubuhnya akan dengan akurat menggambarkan kejadian yang dialami. Pada saat tersebut anak harus diyakinkan bahwa orang dewasa yang melakukannya adalah orang yang salah atau melakukan sesuatu yang buruk dan bahwa anak tersebut tidak bersalah. Respons orang tua juga dapat menjadi hal yang sangat penting untuk bagaimana anak mengatasi efek sesudah penganiayaan seksual. Orang tua harus didorong untuk berupaya mengontrol ekspresi emosional di depan anak dan, yang juga perlu adalah menyalurkan marah dan frustasi dan mencari dukungan dari orang dewasa lainnya.
4.      Pubertas dan Masa Remaja
            Kaitan pubertas pada anak gadis biasanya ditandai dengan perkembangan payudara. Setelah pertumbuhan awal jaringan payudara, puting dan areola ukurannya meningkat. Proses ini yang sebagian dikontrol oleh hereditas, mulai pada paling muda usia 8 tahun dan mungkin tidak komplet sampai akhir usia 10 tahunan. Kadar estrogen yang meningkat juga mulai mempengaruhi genital. Uterus mulai membesar, dan terjadi peningkatan lubrikasi vaginal, hal tersebut dapat terjadi secara spontan atau akibat perangsangan eksual. Vagina memanjang, dan rambut pubis dan aksila mulai tumbuh. Menarke sangat bervariasi. Menarke dapat terjadi secepatnya pada usia 8 tahun dan tidak sampai usia 16 tahun atau lebih. Meskipun siklus menstruasi pada awalnya tidak teratur dan ovulasi mungkin tidak terjadi saat menstruasi pertama, fertilitas harus selalu diwaspadai kecuali dilakukan hal lain.
            Kadar testosteron yang meningkat pada anak laki-laki selama pubertas ditandai dengan peningkatan ukuran penis, testit, prostat, dan vesikula seminalis. Anak laki-laki dan anak gadis mungkin mengalami orgasmus sebelum masa pubertas, tetapi ejakulasi pada anak laki-laki tidak terjadi sampai organ seksnya matur, yaitu sekitar usia 12 atau 14 tahun. Ejakulasi mungkin terjadi pertama kali selama tidur (emisi nokturnal). Hal ini dapat diinterpretasikan sebagai suatu episode mimpi basah dan bahkan bagi anak laki-laki yang berpengetahuan mungkin sangat memalukan. Anak laki-laki harus mengetahui bahwa, meski mereka tidak menghasilkan sperma saat pertama ejakulasi, mereka segera menjadi subur. Pada saatnya terjadi perkembangan genital, rambut pubis, wajah, dan tubuh mulai tumbuh.
            Perubahan emosi selama pubertas dan masa remaja sama dramatisnya seperti perubahan fisik. Masa ini adalah periode yang ditandai oleh mulainya tanggung jawab dan asimilasi pengharapan masyarakat. Remaja dihadapkan pada keputusan dan dengan demikian membutuhkan informasi yang akurat tentang perubahan tubuh, hubungan dan aktivitas seksual, penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual, dan kehamilan. Informasi faktual ini dapat datang dari rumah, sekolah,, buku-buku , atau teman sebaya. Bahkan dengan informasi seperti ini pun, remaja mungkin tidak mengintegrasikan pengetahuan ini ke dalam gaya hidupnya. Mereka mempunyai orientasi saat ini dan rasa tidak rentan. Karakteristik ini dapat menyebabkan mereka percaya bahwa kehamilan atau penyakit tidak akan terjadi pada mereka, dan karenanya tindak kewaspadaan tidak diperlukan. Penyuluhan kesehatan harus diberikan dalam konteks perkembangan ini.
            Yang lebih penting dari hal faktual adalah pedoman dalam menetapkan sistem nilai atau keyakinan pribadi untuk digunakan sebagai karangan kerja pembuatan keputusan. Sebagian besar dari pedoman ini sudah ditunjukkan oleh orang tua baik secara verbal maupun nonverbal. Sikap-sikap orang tua mengenai peran dan perilaku sesuai jender mempengaaruhi karier dan pilihan keluarga remaja dan dapat juga mempengaruhi keputusan mengenai aktivitas seksual dan pilihan menjadi orang tua dan pasangan.
            Masa ini mungkin merupakan usia dalam mengidentifikasi orientasi seksual. Banyak remaja mempunyai setidaknya satu pengalaman homoseksual dengan seorang individu atau dalam kelompok. Remaja mungkin takut bahwa pengalaman ini mendefinisikan seksualitas total mereka. Ini tidak benar; banyak individu terus berorientasi heteroseksual secara ketat setelah pengalaman demikian. Namun demikian, beberapa remaja mungkin mengenali preferensi mereka sebagai homoseksual yang jelas. Hal ini dapat sangat menakutkan dan pengenalan yang membingungkan bagi remaja dan keluarga serta membutuhkan banyak dukungan. Dukungan dapat datang dari berbagai sumber seperti konselor di sekolah, penasihat spiritual, keluarga,dan profesional kesehatan mental.
            Pada masa remaja mungkin pertama kalinya bagi anak mencari perawatan kesehatan tanpa ditemani oleh orang tua. Agar dapat efektif dalam intervensi dengan kelompok usia ini, pemberi perawatan kesehatan harus menciptakan suatu lingkungan yang menyayangi dan saling percaya dan keinginan untuk mendengarkan. Masalah kerahasiaan harus diklarifikasi dan dihormati. Perawat harus dapat memisahkan nilai pribadi mengenai seksualitas remaja sebelum mereka dapat bertindak efektif. Mendapatkan kontraseptif atau melakukan suatu aborsi tanpa izin dari orang tua mungkin merupakan hal yang legal pada beberapa negara bagiandi Amerika Serikat, tetapi hal tersebut selalu merupakan masalah etik. Mereka yang memberikan perawatan kesehatan pada remaja atau perawatan kesehatan reproduktif harus menghadapi hal-hal yang berkaitan dengan etik dan hukun yang mempunyai pengetahuan yang mendalam tentang perkembangan remaja.
5.      Masa Dewasa
            Dewasa telah mencapai maturasi tetapi terus untuk mengeksplorasi dan menemukan maturasi emosional dalam hubungan. Dewasa muda secara tradisional dipandang sebagai berperan dalam melahirkan anak atau membesarkan anak. Model ini menggambarkan sebagian besar orang dewasa. Keintiman dan seksualitas juga merupakan masalah bagi orang dewasa yang memilih untuk tidak melakukan hubungan seks, tetap melajang karena pilihan sendiri atau karena situasi tertentu tetap menginginkan aktivitas seksual, yaitu mereka yang melajang setelah memutuskan hubungan, mereka yang homoseksual, mereka yang tidak mempunyai anak berdasarkan pilihan, atau mereka yang tidak mampu melahirkan anak.
            Sambil mengembangkan hubungan yang intim, semua orang dewasa secara seksual aktif harus belajar teknik stimulasi dan respons seksual yang memuaskan bagi pasangan mereka. Beberapa orang dewasa mungkin hanya memerlukan izin untuk bereksperimen dengan perilaku pilihan atau keyakinan bahwa ekspresi seksual selain dari senggama penis-vagina adalah normal. Orang dewasa dapat di dorong untuk mengungkapkan kepada pasangan mereka tipe stimuli dan seksual atau kasih sayang yang dianggap sebagai memuaskan. Pengenalan secara mutual tentang keinginan dan preferensi dan negosiasi praktik seksual mencetuskan ekspresi seksual yang positif. Penyuluhan keagamaan, nilai keluarga, dan sikap keluarga mempengaruhi penerimaan terhadap sebagian bentuk stimulasi atau mungkin akan mempunyai efek emosional residual seperti rasa bersalah atau ansietas dan disfungsi seksual.
            Pada akhir masa dewasa, individu menyesuaikan diri terhadap perubahan sosial dan emosi sejalan dengan anak-anak mereka meninggalkan rumah. Pembaruan kembali keintiman dapat memungkinkan atau diperlukan diantara pasangan. Namun demikian, salah satu atau kedua pasangan dapat mengalami ancaman terhadap gambaran diri karena tubuh telah menua dan mungkin berupaya untuk mencapai kemudaan melalui hubungan seksual dengan pasangan yang jauh lebih muda. Jika diinginkan pasangan dapat dibantu untuk menemukan sesuatu yang baru atau kegairahan baru dalam hubungan monogami yang langgeng melalui percobaan posisi, teknik, seksual, dan penggunaan fantasi.
6.      Masa Dewasa Tua
            Seksualitas dalam usia tua beralih dari penekanan pada prokreasi menjadi penekanan pada pertemanan, kedekatan fisik, komunikasi intim, dan hubungan fisik mencari kesenangan. Tidak ada alasan bagi individu tidak dapat tetap aktif secara seksual sepanjang mereka memilihnya. Hal ini dapat secara efektif dipenuhi dengan mempertahankan aktifitas secara teratur sepanjang hidup. Terutama sekali bagi wanita, hubungan senggama teratur membantu mempertahankan elastisitas vagina, mencegah atrofi, dan mempertahankan kemampuan untuk lubrikasi. Namun demikian, proses penuaan mempengaruhi perilaku seksual. Perubahan fisik yang terjadi bersama proses penuaan harus dijelaskan kepad klien lansia. Lansia mungkin juga menghadapi kakuatiran kesehatan yang membuat sulit bagi mereka untuk melanjutkan aktifitas seksual. Dewasa yang menua mungkin harus menyesuaikan tindakan seksual dan berespons terhadap penyakit kronis, medikasi, sakit dan nyeri, atau masalah kesehatan lainnya.

II.4 Perilaku yang Berhubungan dengan Seksualitas
a.       Definisi
            Dorongan seksual bisa diekspresikan dalam berbagai perilaku, namun tentu saja tidak semua perilaku merupakan ekspresi dorongan seksual seseorang. Ekspresi dorongan seksual atau perilaku seksual ada yang aman dan ada yang tidak aman, baik secara fisik, psikis, maupun sosial. Setiap perilaku seksual memiliki konsekuensi berbeda.  Perilaku seksual adalah perilaku yang muncul karena adanya dorongan seksual. Bentuk perilaku seksual bermacam-macam mulai dari bergandengan tangan, berpelukan, bercumbu, bercumbu berat  sampai berhubungan seks
b.      Perilaku Seks Aman (Touching)
            Perilaku seks aman adalah perilaku seks tanpa mengakibatkan  terjadinya pertukaran cairan vagina dengan cairan sperma misalnya dengan bergandengan tangan, berpelukan, berciuman. Sementara hubungan seks tanpa menggunakan kondom bukan merupakan perilaku seks aman dari kehamilan dan PMS. Jika benar-benar ingin aman, tetaplah tidak aktif seksual tetapi jika sudah aktif, setialah dengan satu pasangan saja, atau gunakan kondom dengan mutu yang baik dan benar agar dapat mengurangi risiko terkena PMS, HIV/AIDS dan kehamilan (BKKBN, 2006).
c.       Anal Seks
            Seks anal (bahasa Inggris: anal sex atau anal intercourse) adalah  hubungan seksual di mana penis yang ereksi dimasukkan ke rectum melalui anus. Selain itu penetrasi anus dengan dildo, butt plug, vibrator, lidah, dan benda lainnya juga disebut anal sex. Anal sex dapat dilakukan oleh orang heterosexual maupun homosexual.  Dalam beberapa budaya female receptive anal intercourse diterima karena resiko kehamilan lebih rendah (walaupun tidak ada jaminan, karena mani dapat masuk dari anus melalui perineum ke vagina). Anal sex juga digunakan untuk menjaga keperawanan karena hymen tidak rusak. Alasan lain adalah karena anus lebih "ketat" daripada vagina (terutama setelah kelahiran bayi), karena itu lebih memberikan kepuasan bagi penis.
d.      Biseksual
            Biseksual adalah kondisi tertentu yang membuat seseorang mampu menikmati stimulasi erotis-seksual, baik dari pasangan sejenis maupun lain jenis.
e.       Homoseksual
            Homoseksualitas mengacu pada interaksi seksual dan/atau romantis antara pribadi yang berjenis kelamin sama. Pada penggunaan mutakhir, kata sifat homoseks digunakan untuk hubungan intim dan/atau hubungan sexual di antara orang-orang berjenis kelamin yang sama, yang bisa jadi tidak mengidentifikasi diri merek sebagai gay atau lesbian. Homoseksualitas, sebagai suatu pengenal, pada umumnya dibandingkan dengan heteroseksualitas dan biseksualitas. Istilah gay  digunakan sebagian besar untuk mengacu pada orang-orang yang mengidentifikasi dirinya sebagai homoseks, tanpa memandang jenis kelamin. Lesbian adalah suatu istilah tertentu yang hanya digunakan untuk merujuk kepada wanita homoseks.  Definisi tersebut bukan definisi mutlak mengingat hal ini diperumit dengan adanya beberapa komponen biologis dan psikologis dari seks dan gender, dan dengan itu seseorang mungkin tidak seratus persen pas dengan kategori di mana ia digolongkan. Beberapa orang bahkan menganggap ofensif perihal pembedaan gender (dan pembedaan orientasi seksual).Homoseksualitas dapat mengacu kepada:
1.      Orientasi seksual yang ditandai dengan kesukaan seseorang dengan  orang lain mempunyai kelamin sejenis secara biologis atau identitas gender yang sama.
2.      Perilaku seksual dengan seseorang dengan gender yang   sama tidak peduli orientasi seksual atau identitas gender.
3.      Identitas seksual atau identifikasi diri, yang mungkin dapat mengacu kepada perilaku homoseksual atau orientasi homoseksual. Ungkapan seksual dan cinta erotis sesama jenis telah menjadi suatu  corak dari sejarah kebanyakan budaya yang dikenal sejak sejarah awal . Bagaimanapun, bukanlah sampai abad ke-19 bahwa tindakan dan hubungan seperti itu dilihat sebagai orientasi seksual yang bersifat relative stabil. Penggunaan pertama kata homoseksual yang tercatat dalam sejarah adalah pada tahun 1869 oleh Karl-Maria Kertbeny, dan kemudian dipopulerkan penggunaannya oleh Richard Freiherr von Krafft-Ebing pada bukunya Psychopathia Sexualis.  Di tahun-tahun sejak Krafft-Ebing, homoseksualitas telah menjadi suatu pokok kajian dan debat. Mula-mula dipandang sebagai penyakit untuk diobati, sekarang lebih sering diselidiki sebagai bagian dari suatu proyek yang lebih besar untuk memahami Ilmu Hayat, ilmu jiwa, politik, genetika, sejarah dan variasi budaya dari identitas dan praktek seksual. status legal dan sosial dari orang yang melaksanakan tindakan homoseks atau mengidentifikasi diri mereka gay atau homoseks wanita beragam di seluruh dunia.
f.       Oral Seks
            Adalah suatu variasi seks dengan memberikan stimulasi melalui mulut dan lidah pada organ seks / kelamin pasangannya. Cunnilingus yaitu seks oral yg dilakukan seorang pria pada vagina dengan mulut ataupun lidah. Fellatio adalah seks oral yang dilakukan wanita kepada alat kelamin pria, penis dan testis.
g.       Masturbasi
            Masturbasi adalah menyentuh, menggosok dan meraba bagian  tubuh sendiri yang peka sehingga menimbulkan rasa menyenangkan untuk mendapat kepuasan seksual (orgasme) baik tanpa menggunakan alat maupun menggunakan alat. Biasanya masturbasi dilakukan pada  bagian tubuh yang sensitive, namun tidak sama pada masing-masing orang, misalnya: puting payudara, paha bagian dalam, alat kelamin (bagi wanita terletak pada klitoris dan sekitar vagina; sedangkan bagi laki-laki terletak pada sekitar kepala dan leher penis). Misalnya laki-laki melakukan masturbasi dengan meraba penisnya, remaja perempuan menyentuh klitorisnya hingga dapat menimbulkan perasaan yang sangat menyenangkan atau bisa timbul ejakulasi pada remaja laki-laki (BKKBN, 2006).  Secara medis masturbasi tidak akan mengganggu kesehatan. Orang yang melakukannya tidak akan mengalami kerusakan pada otak atau bagian tubuh lainnya. Masturbasi juga tidak menimbulkan risiko fisik seperti mandul, impotensi, dan cacat asal dilakukan secara aman, steril, tidak menimbulkan luka dan infeksi. Risiko fisik biasanya berupa kelelahan. Pengaruh masturbasi biasanya bersifat psikologis seperti rasabersalah, berdosa, dan rendah diri karena melakukan hal-hal yang tidak disetujui oleh agama dan nilai-nilai budaya sehingga jika sering dilakukan akan menyebabkan terganggunya konsentrasi pada remaja tertentu (BKKBN, 2006).
h.      Berciuman (Kissing)
            Berciuman adalah sebuah proses cumbuan pada pasangan  seksual dengan menggunakan bibir. Berciuman yang bersifat cumbuan biasanya dilakukan pada daerah sensitif, misalnya bibir atau leher. Ciuman yang dilakukan pada leher pasangan seks disebut dengan necking (Fatia, 2005)
i.        Onani
            Onani mempunyai arti sama dengan masturbasi. Namun ada yang berpendapat bahwa onani hanya diperuntukkan bagi laki-laki,sedangkan istilah masturbasi dapat berlaku pada perempuan maupun laki-laki. Istilah onani diambil dari seseorang bernama onan yang sejak kecil sering merasa kesepian. Untuk mengatasi rasa kesepiannya ia mencari hiburan dengan membayangkan hal-hal erotis sambil mengeksplorasi bagian-bagian tubuhnya yang sensitif sehingga mendatangkan suatu kenikmatan. Nama onan ini berkembang menjadi onani. Istilah onani lainnya yang dipakai dengan arti sama yaitu swalayan, ngocok, automanipulatif, dsb (BKKBN, 2006).
j.        Bercumbu Berat (Petting)
            Bercumbu berat adalah melakukan hubungan seksual dengan atau tanpa pakaian tetapi tanpa melakukan penetrasi penis ke dalam vagina, jadi sebatas digesekkan saja ke alat kelamin perempuan. Ada pula yang mengatakan petting sebagai bercumbu berat. Biasanya dilakukan sebagai pemanasan sebelum melakukan hubungan seks. Walaupun tanpa melepaskan pakaian, bercumbu berat tetap dapat menimbulkan kehamilan tidak diinginkan karena sperma tetap bisa masuk ke dalam rahim, karena ketika terangsang perempuan akan mengeluarkan cairan yang mempermudah masuknya sperma ke dalam rahim, sedangkan sperma itu sendiri memiliki kekuatan untuk berenang masuk ke dalam rahim jika tertumpah pada celana dalam yang dikenakan perempuan, apalagi jika langsung mengenai bibir kemaluan.
k.      Hubungan seksual
Hubungan seksual yaitu masuknya penis ke dalam vagina. Bila terjadi ejakulasi (pengeluaran cairan mani yang di dalamnya terdapat jutaan sperma) dengan posisi alat kelamin laki-laki berada dalam vagina memudahkan pertemuan sperma dan sel telur yang menyebabkan terjadinya pembuahan dan kehamilan.

II.5 Masalah yang Berhubungan dengan Seksualitas
            Potter & perry di dalam bukunya Fundamental Keperawatan Buku Kedokteran ECG (1991), menjelaskan bahwa pada persentasi pasangan yang lebih kecil, masalahnya mungkin infertilitas ketika kehadiran anak-anak menjadi keinginan pasangan. Masalah lain bagi individu yang secara seksual aktif adalah melakukan hubungan seks yang aman. Melakukan hubungan seksual yang aman telah mendapat pengakuan yang meningkat akibat ketakutan tentang AIDS. Risiko dan konsekuensi dari PMS harus selalu menjadi pertimbangan.
            Senggama dan manipulasi seksual, meskipun dimaksudkan untuk memberikan kesenangan bagi yang melakukan, mungkin menjadi penyiksaan dalam situasi disfungsi. Penganiayaan seksual dapat mencakup tindak kekerasan pada wanita, pelecehan seksual, perkosaan, pedofilia (aktifitas seksual dengan anak-anak), pornografi anak, dan inses (hubungan seksual yang dilakukan ayah kepada anak perempuaannya).
            Peran utama perawat berkaitan dengan masalah ini adalah pelaporan, penyuluhan, dan dukungan. Perawat dapat juga terlibat dalam pemberian terapi dan medikasi, memberikan pengkajian dan evaluasi tentang keefektifan, dan memberikan pendidikan masyarakat mengenai fakta, fiksi dan pentingnya mengatasi masalah ini dalam keluarga, sekolah, dan komunitas.

II.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Seksualitas
(Fundamental Keperawatan Kozier, Erb, Berman, Snyder Penerbit Buku Kedokteran ECG. Jakarta, 201)
          Banyak faktor yang mempengaruhi seksualitas orang, tingkat perkembangan (abouve dissussed, budaya, nilai-nilai agama, etika pribadi, status kesehatan, obat ) .
1.      Budaya
          Seksualitas diatur oleh budaya individu mempengaruhi sifat seksual dari gaun, aturan tentang pernikahan, harapan perilaku peran dan tanggung jawab sosial, dan praktik seks tertentu. Perilaku sosial sangat bervariasi. Sikap tentang bermain anak usia seksual dengan diri atau anak-anak dari jenis kelamin yang sama atau jenis kelamin lainnya dapat membatasi atau permisif. Senggama sebelum dan diluar pernikahan dan homoseksualitas mungkin tidak dapat diterima atau ditoleransi. poligami (menikah beberapa mitra) atau monogami (satu pasangan nikah) mungkin norma. Peran pria dan wanita juga berbeda-beda. Misalnya, dalam budaya tradisional perempuan Iran tidak diizinkan untuk bekerja di luar rumah. Praktik seks spesifik termasuk ritus pubertas, kecantikan tubuh, dan sunat perempuan dan multilation kelamin. Ritus pubertas laki-laki remaja dalam budaya Afrika dan asli Australia termasuk sunat (pengangkatan kulit khatan dari penis). Kecantikan tubuh perempuan dilakukan di beberapa budaya untuk membuat tubuh lebih dekoratif melibatkan pembentukan keloid (bekas luka) pada 4 sampai 5 tahun dari atas dada sampai pangkal paha. Sunat perempuan atau mutilasi alat kelamin perempuan (PKW), dipraktekkan di Afrika hari ini, melibatkan baik eksisi vagina (infibulasi). Alasan mutilasi seksual bervariasi. Infibulations mungkin dilakukan untuk menjamin keperawanan pengantin wanita. Excicion klitoris mengurangi kerentanan ANSD keinginan seksual kepada godaan. Pada tahun 1980, Organisasi Kesehatan Dunia dan Dana Anak PBB (UNICEF) dengan suara bulat merekomendasikan bahwa semua bentuk sunat perempuan dihapuskan. Pada tahun 1996, Kongres AS mengeluarkan undang-undang membuat berlatih FGM pada anak perempuan di bawah 18 pelanggaran pidana federal (Brady, 1998). Karena klien (dan rekan) mungkin berbeda dalam pendekatan mereka terhadap seksualitas, perawat harus menyadari dan mempertimbangkan faktor budaya ketika mendekati masalah seksual dalam perawatan kesehatan.
2.      Nilai Agama
          Agama mempengaruhi ekspresi seksual. Menyediakan pedoman untuk perilaku seksual dan keadaan dapat diterima untuk perilaku, serta perilaku seksual prohibitied dan konsekuensi dari melanggar aturan seksual. Pedoman atau aturan mungkin rinci dan kaku atau luas dan fleksibel. Misalnya beberapa agama melihat bentuk ekspresi seksual lainnya thsn hubungan pria-wanita sebagai keperawanan tidak wajar dan terus sebelum menikah menjadi aturan.
          Banyak nilai-nilai agama bertentangan dengan nilai-nilai yang lebih fleksibel masyarakat yang telah berkembang selama beberapa dekade terakhir (sering dinamakan "revolusi seksual"), seperti penerimaan dari seks pranikah, ibu tidak menikah, homoseksualitas, dan aborsi. Konflik-konflik ini menciptakan kecemasan ditandai dan disfungsi seksual potensial pada beberapa individu. Lihat Bab 39 untuk informasi tambahan tentang nilai-nilai agama.
3.      Etika Pribadi
          Meskipun etika mengintegrasikan dengan agama, etika pemikiran dan pendekatan etis dengan seksualitas dapat dilihat secara terpisah dari wilayah. Banyak individu dan kelompok telah mengembangkan tertulis atau tidak tertulis kode etik berdasarkan prinsip etis. Apa pandangan orang satu sebagai aneh, menyimpang, atau salah mungkin benar-benar alami dan benar yang lain.Contohnya termasuk masturbasi, hubungan oral atau anal, dan saus silang. Banyak orang menerima ekspresi seksual dari berbagai bentuk jika itu dilakukan oleh  orang dewasa, dipraktekkan secara pribadi, dan tidak berbahaya. Pasangan perlu untuk mengeksplorasi dan berkomunikasi tentang berbagai jenis ekspresi seksual untuk mencegah dominasi Keputusan yang membuat seksual oleh salah satu anggota pasangan. Penyakit jantung Pikiran sehat, tubuh, dan emosi yang diperlukan untuk seksual kesejahteraan. Banyak faktor kesehatan dapat mengganggu ekspresi seseorang seksualitas. 
4.      Status Kesehatan
          Pikiran, tubuh dan emosi yang sehat sangat penting untuk kesejahteraan seksual. Banyak factor kesehatan yang dapat mengganggu ekspresi seksualitas seseorang. Berikut adalah contoh gangguan umum yang dapat mengganggu ekspresi seksual.
          Beberapa faktor seorang remaja terlibat dalam seksualitas menurut Kozier(2004), Dianawati (2003), Strasburger & Donnerstein (1999) dalam Santrock (2007), Wong (2008), Hurlock (1999), dan Hawari (2006) yaitu sebagai berikut  :
5.      Tekanan Teman Pergaulan
          Teman pergaulan atau sering juga disebut teman bermain. Pada awalnya, teman bermain dimaksudkan sebagai kelompok yang bersifat     rekreatif, namun dapat pula memberikan pengaruh dalam proses sosialisasi setelah keluarga. Puncak pengaruh teman bermain adalah pada masa remaja. Remaja biasanya berpikir sosial, suka berteman, suka bergaul, dan suka berkelompok. Pergaulan merupakan cara untuk mengenal atau mencari teman baru, informasi, dan menambah wawasan. Dengan demikian kelompok teman sebaya memiliki pengaruh yang kuat pada evaluasi diri dan perilaku remaja. Untuk memperoleh penerimaan kelompok, remaja berusaha menyesuaikan diri secara total dalam berbagai hal seperti model pakaian, gaya rambut, selera musik, dan tata bahasa, sering kali mengorbankan individualitas dan tuntutan diri. Segala sesuatu pada remaja diukur oleh reaksi teman sebayanya. Rasa memilki merupakan hal yang paling penting. Oleh karena itu remaja akan berperilaku dengan cara memperkuat keberadaan mereka di dalam kelompok. Remaja sangat rentan terhadap persetujuan, penerimaan, dan tuntutan sosial. Diabaikan dan dikritik oleh teman sebaya menimbulkan perasaan inferioritas, tidak adekuat dan tidak kompeten. Lingkungan pergaulan yang telah dimasuki seorang remaja dapat juga berpengaruh untuk menekan temannya yang belum mengetahui tentang seksualitas atau yang belum melakukan hubungan seks. Bagi remaja tersebut, tekanan dari teman-temannya itu lebih kuat daripada tekanan yang didapat dari pacarnya sendiri. Keinginan untuk dapat diterima oleh lingkungan pergaulannya begitu besar, sehingga dapat mengalahkan semua nilai yang didapat, baik dari orang tua maupun dari sekolahnya. Pada umumnya, remaja tersebut melakukannya hanya sebatas ingin membuktikan bahwa dirinya sama dengan temantemannya, sehingga dapat diterima menjadi bagian dari kelompoknya seperti yang dinginkannya. Dalam pergaulan dengan teman sebaya tentunya jika ingin diterima di lingkungan pergaulan, remaja akan mengikuti apa yang dilakukan di lingkungan pergaulannya tersebut. Pengaruh teman pergaulan yang sangat bermacam-macam, mulai dari suka dengan hal yang pornografi dan seksualitas, membicarakan pornografi dan seks, mengajak teman melihat video porno, mengajak ke tempat prostitusi, menyuruh melakukan hubungan seks, dikucilkan, dikritik dan dikatakan kuno. Jika remaja tidak bisa mengendalikan diri maka remaja sangat mudah mengikuti lingkungan di sekitarnya. Apalagi didorong dengan rasa ingin tahu tentang seks yang besar dari diri remaja. Berdasarkan data Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia tahun 2007, remaja melakukan hubungan seks selain karena rasa ingin tahu sebesar 45%, remaja melakukan hubungan seks di luar nikah karena tekanan teman sebesar 5% (Okezone.com).
6.      Tekanan Pacar
          Pacar adalah kekasih atau teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta kasih. Pacar diartikan sebagai orang yang spesial dalam hati selain orangtua, keluarga, dan sahabat. Makna pacaran seringkali disalahgunakan sebagai ajang pelampiasan nafsu, ajang pertunjukan gengsi, dan ajang meraup keuntungan pribadi. Pacaran merupakan salah satu upaya untuk saling mengenal satu sama lain, saling mengerti dan dimengerti, saling cinta dan saling setia (KBBI, 2002). Karena kebutuhan seorang untuk mencintai dan dicintai, seorang harus rela melakukan apa saja terhadap pasangannya, seperti mengajak bercumbu saat berkencan sampai ingin melakukan hubungan seks pra nikah, tanpa memikirkan risiko yang nanti dihadapinya. Dalam hal ini yang berperan bukan saja nafsu mereka, melainkan juga karena sikap memberontak terhadap orang tuanya. Remaja lebih membutuhkan suatu bentuk hubungan, penerimaan, rasa aman, dan harga diri sebagai layaknya manusia dewasa. Jika di dalam lingkungan keluarga tidak dapat membicarakan masalah yang dihadapinya, remaja tersebut akan mencari solusinya di luar rumah. Adanya perhatian yang cukup dari orang tuanya dan anggota keluarga terdekatnya memudahkan remaja tersebut memasuki masa pubertas. Dengan demikian, dia dapat melawan tekanan yang datang dari lingkungan pergaulan dan pasangannya. Selain itu, kemampuan dan kepercayaan diri untuk memegang teguh prinsip hidupnya sangat penting. Pandangan ini tidak sebatas masalah seksual, tetapi juga dalam segala hal, baik tentang apa yang seharuanya dilakukan maupun tentang apa yang seharusnya tidak boleh dilakukan.
7.      Rasa Penasaran
          Rasa penasaran atau rasa ingin tahu merupakan salah satu ciri dari manusia. Manusia mempunyai kemampuan untuk berpikir dan dengan akal pikiran tersebut maka dapat memuaskan rasa ingin tahunya. Rasa ingin tahu di dorong dengan kebutuhan manusia itu sendiri. Adanya rasa ingin tahu yang besar maka manusia akan berpikir dan memulai mencari jawaban yang sebanyak-banyaknya (Yuanita, 2011). Masa remaja terjadi beberapa perkembangan, salah satunya perkembangan seksual. Adanya perkembangan seksual tersebut meningkatkan keingintahuan remaja tentang seks. Apalagi jika temantemannya mengatakan bahwa seks terasa nikmat, ditambah lagi adanya segala informasi yang tidak terbatas masuknya. Maka, rasa penasaran tersebut semakin mendorong mereka untuk lebih jauh lagi melakukan berbagai macam percobaan sesuai dengan yang diharapkannya (Dianawati, 2003). Hal yang terkait dengan rasa penasaran remaja tentang seksual antara lain tertarik terhadap seksualitas, menonton video porno, mencari informasi tentang seks, ingin mencoba hubungan seks, mengunjungi tempat prostitusi. Rasa penasaran yang kuat dari diri remaja harus diimbangi dengan informasi yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan agar remaja tidak terjerumus ke hal-hal yang dapat merusak moral para remaja. Perilaku penyimpangan seksualitas terhadap remaja di usia 15-24 tahun kebanyakan dilandasi oleh rasa penasaran. Berdasarkan data Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia tahun 2007, alasan remaja melakukan hubungan seksual pranikah yang pertama kali karena Rasa ingin tahu (45%). 5% yang lain karena alasan tekanan dari teman (Okezone.com).
8.      Lingkungan Keluarga
          Bagi seorang remaja, mungkin aturan yang diterapkan oleh kedua orang tuanya tidak dibuat berdasarkan kepentingan kedua pihak (orang tua dan anak). Akibatnya, remaja tersebut merasa tertekan, sehingga ingin membebaskan diri dengan menunjukkan sikap sebagai pemberontak, yang salah satunya dalam masalah seksual. Remaja akan mulai tertarik dengan seksualitas.
9.      Media Informasi
          Media informasi adalah suatu instrument perantara informasi. Jaman sekarang media informasi sangat berkembang. Berkembangnya mediainformasi dikarenakan adanya pengaruh pertumbuhan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat. Media informasi kini dengan mudah dapat diakses oleh remaja di seluruh dunia seperti televisi, radio, internet, bahkan telepon genggam pun telah masuk ke dalam bagian media informasi. Perkembangan media informasi juga memudahkan remaja untuk mengakses materi pornografi. Dewasa ini remaja terus-menerus terpajan simbolisme seksual dan stimulasi erotik dari media massa. Pada saat yang sama, perkembangan karakteristik seks primer dan sekunder dan peningkatan sensitivitas genital menghasilkan pikiran dan fantasi tentang hubungan seksual. Aspek-aspek seksual pada hubungan interpersonal menjadi sangat penting. Tuntutan sosial mendorong remaja untuk melakukan kencan, dan dorongan seks dari dalam dirinya mendesak mereka untuk melakukan hubungan seksual tersebut. Dorongan seksual pada remaja semakin meningkat jika faktor dari luar ikut pula menunjang. Seperti diketahui, VCD-VCD atau bacaan- bacaan porno kini telah dijual bebas dan seorang akan dengan sangat mudah mendapatkannya. Selain itu, maraknya warung-warung internet semakin memudahkan untuk mengakses gambar-gambar porno. Halhal inilah yang semakin memicu timbulnya ke dalam hubungan seksual. Dewasa ini sudah menjadi rahasia umum terdapat industri untuk pornografi dan pornoaksi dalam bentuk VCD, DVD, tabloid, majalah, layanan telepon dan lain sebagainya. Salah satu faktor provokasi pergaulan bebas (hubungan seks di luar nikah) adalah pornografi. Dan mengutip Ensiklopedia Hukum Islam (1997) pornografi berarti bahan baik tulisan maupun gambaran yang dirancang dengan sengaja dan semata-mata untuk tujuan membangkitkan nafsu birahi (syahwat) dan seks. Dari segi psikologi atau kejiwaan pornografi dan pornoaksi dapat berakibat pada melemahnya fungsi pengendalian diri (self control) terutama tehadap naluri agresivitas seksual. Banyak remaja senang menonton acara televisi dengan muatan seksual. Menonton potret seksual di televisi dapat mempengaruhi sikap dan perilaku seksual remaja. Walaupun demikian, seperti agresi yang ditampilkan di televisi, apakah seks di televisi benar-benar mempengaruhi perilaku remaja bergantung pada sejumlah faktor, meliputi kebutuhan remaja, minat, kepedulian, dan kematangan. Media informasi yang berkaitan dengan seksual sekarang sangat mudah didapatkan oleh semua kalangan umur terutama remaja. Media informasi tersebut antara lain media elektronik yang meliputi televisi, radio, handpone, internet, vcd, film dan media cetak seperti koran, majalah, buku cerita, komik, serta dari orang lain pun juga bisa menjadi media informasi misalnya dari teman, keluarga, guru, dan pacar. Hasil survei “Perilaku Seks” siswi DKI Jakarta yang diselenggarakan oleh produsen pembalut perempuan Laurier dengan jumlah responden 1400 siswi se-DKI Jakarta dengan sistem acak menunjukkan sumber informasi tentang seks diperoleh dari Teman (69%), Orangtua (14%), Sekolah (13%), dan Pacar (4%) (Andre, 2007).

II.7 Dampak Seksualitas pada Remaja
          Dampak seksualitas pada remaja Menurut Perry & Potter (2005), Wong (2008), Jusuf (2006) beberapa dampak yang timbul dari remaja yang aktif secara seksual adalah sebagai berikut  :
a.       Dampak Fisik
1.      AIDS singkatan dari Aquired Immuno Deficiency Syndrome.
Penyakit ini adalah kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh. Penyebabnya adalah virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). Salah satu carapenularannya adalah melalui hubungan seksual. Selain itu HIV dapat menular melalui pemakaian jarum suntik bekas orang yang terinfeksi virus HIV, menerima tranfusi darah yang tercemar HIV atau dari ibu hamil yang terinfeksi virus HIV kepada bayi yang dikandungannya. Di Indonesia penularan HIV/AIDS paling banyak melalui hubungan seksual yang tidak aman serta jarum suntik (bagi pecandu narkoba).
2.      Penyakit kelamin (Penyakit Menular Seksual/ PMS)
Remaja yang aktif secara seksual memiliki risiko tinggi tertular PMS. Secara fisiologis, serviks remaja putri memiliki ektropion (eversi kanalis serviks uteri) yang besar, terdiri atas sel-sel epithelial kolumnar yang jauh lebih rentan tertular PMS. PMS adalah penyakit yang dapat ditularkan dari seseorang kepada orang lain melalui hubungan seksual dan hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan baik melalui vagina, oral maupun anal. Bila tidak diobati dengan benar penyakit ini dapat berakibat serius bagi kesehatan reproduksi yaitu kemandulan dan kebutaan pada bayi yang baru lahir bahkan kematian. Penyakit menular seksual (PMS) dialami sekitar 10 juta orang per tahun di bawah usia 25 tahun. Tingkat inseden tertinggi mengharuskan adolesens yang aktif-seksual dilakukan skrining terhadap PMS, meskipun mereka tidak menunjukan gejala. Pemeriksaan fisik pada adolesens yang aktif secara seksual setiap tahun harus meliputi pemeriksaan seksama genetalia sehingga kondilomata akuminata (kutil genital), herpes, dan PMS yang lain tidak terlewat. Uji yang direkomendasikan bagi wanita meliputi pap smear, kultur serviks untuk jenis gonore dan uji sifilis. Jika pria melakukan aktivitas homoseksual, kultur rektal dan faring juga perlu dilakukan untuk memeriksa adanya gonore. Penyakit kelamin yang dapat terjadi antara lain kencing nanah (Gonorrhoe), raja singa (Sifilis), herpes genitalis, limfogranuloma venereum (LGV), kandidiasis, trikomonas vaginalis, kutil kelamin. Karena perilaku seksual dapat mencakup seluruh tubuh dan tidak hanya genital, banyak bagian tubuh adalah tempat potensial untuk PMS. Telinga, mulut, tenggorok, lidah, hidung dan kelopak mata dapat digunakan untuk kesenangan seksual. Perineum, anus, dan rektum juga sering digunakan dalam aktivitas seksual. Lebih jauh lagi, setiap kontak dengan cairan tubuh orang lain sekitar kepala atau suatu lesi terbuka pada kulit, anus, atau genitalia dapat menularkan PMS. Tanda-tanda penyakit kelamin (Pria), berupa: bintil-bintil berisi cairan, lecet atau borok pada penis/alat kelamin, luka tidak sakit; keras dan berwarna merah pada alat kelamin, adanya kutil atau tumbuh daging seperti jengger ayam, rasa gatal yang hebat sepanjang alat kelamin, rasa sakit yang hebat pada saat kencing, kencing nanah atau darah yang berbau busuk, bengkak panas dan nyeri pada pangkal paha yang kemudian berubah menjadi borok. Tanda-tanda penyakit kelamin (Wanita), berupa: rasa sakit/nyeri saat kencing/hubungan seksual, rasa nyeri pada perut bagian bawah, pengeluaran lendir pada vagina/alat kelamin, keputihan berwarna putih susu, bergumpal , rasa gatal dan kemerahan pada alat kelamin atau sekitarnya , keputihan yang berbusa, kehijauan, berbau busuk, dan gatal, timbul bercak-bercak darah setelah berhubungan seksual, bintil-bintil berisi cairan, lecet atau borok pada alat kelamin


BAB III
PENUTUP

III.1 Simpulan
        Seksualitas dan seks, bagaimana pun adalah suatu hal yang berbeda. Kata seks sering digunakan dalam 2 cara. Seksualitas, di lain pihak adalah istilah yang lebih luas. Seksualitas di ekspresikan melalui interaksi dan hubungan dengan individu dari jenis kelamin yang berbeda dan atau sama dam mencakup pikiran, pengalaman, pelajaran, ideal, nilai, fantasi, dan emosi.
        Menurut kelompok kami, pendidikan seks adalah membimbing serta mengasuh seseorang agar mengerti tentang arti, fungsi, dan tujuan seks sehingga ia dapat menyalurkan secara baik, benar, dan legal, serta seseorang dapat memahami dirinya sendiri.Tujuan pendidikan seks secara umum, adalah :
ü  Menghasilkan manusia dewasa yang dapat menjalankan kehidupan yang bahagia serta tanggung jawab terhadap dirinya dan terhadap orang lain.
ü  Membentuk pengertian tentang perbedaan seks antara pria dan wanita dalam keluarga, pekerjaan, dan seluruh kehidupan yang selalu berubah dan berbeda dalam tiap masyarakat dan kebudayaan, membentuk pengertian tentang peranan seks dalam kehidupan manusia dan keluarga
ü  Mengembangkan pengertian diri sendiri sehubungan dengan fungsi dan kebutuhan seks, dan membantu seseorang dalam mengembangkan kepribadian sehingga mampu mengambil keputusan yang bertanggung jawab.

III.2 Saran
        Menggaris bawahi dari kesimpulan di atas, maka kami memberikan saran–saran sebagai berikut, pada teori ini sebaiknya di kaji lebih dalam dan luas lagi sehingga para mahasiswa calon perawat mampu  menguasai serta dapat mengaplikasikan teori ini dalam menghadapi pasien yang berhubungan dengan masalah kebutuhan seksualitasnya.


DAFTAR PUSTAKA

Edlin, Gordon phD & Golanty, Eric phD . 2012 . Human Sexuality . http://www.jblearning.com/ . Diakses pada tanggal 09 April 2012 .
Kozier, Erb, Berman . 2011 . Fundamental Keperawatan . Jakarta : Snyder Penerbit Buku Kedokteran ECG .
Kozier, Barbara . 2004 . Fundamentals of Nursing Edisi 7 . Jakarta : New Jersy .
Potter & Perry . 1991. Fundamental Keperawatan . Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.